Turunkan NPL, BSB Bentuk Tim KHusus |
|
|
|
Tuesday, 07 May 2013 12:49 |
Jakabaring, Palembang Pos.- Bank Sumsel Babel (BSB) tengah giat menurunkan kredit macet atau Non Perfoarming Loan (NPL) yang saat ini sebesar 4,6 persen dari jumlah kredit yang ada. Angka tersebut menjadikan kredit macet BSB ini termasuk kategori warning. Sebagai langkah riil, manajemen BSB membentuk tim khusus dengan target tugas menurunkan NPL. Prosentase atau rasio kredit macet di BSB yang 4,6 persen menurut Asfan Fikri Sanaf, Direktur Utama BSB sudah termasuk rendah atau turun dibanding pada Agustus 2012 lalu yang mencapai 8 persen. Sementara menurut Asfan, standar NPL sebesar 5 persen. ”Kita optimis NPL BSB bisa di bawah 4 persen di tahun ini, karena kita tengah berusaha untuk menurunkannya apalagi NPL itu terus berubah-ubah,” usai Asfan ditemui usai menghadiri pelepasan dan kebulatan tekad Kontingen BSB dalam ajang Porseni di Gedung BSB Pusat Jakabaring, kemarin. Tingginya kredit macet yang harus ditanggung bank daerah Sumsel ini, menurut Asfan, dipengaruhi dari sektor rill yang terpukul. Sektor properti dan perkebunan yang sedang mengalami kelesuan menjadi penyumbang kredit macet. Kondisi ini diakuinya, murni dipicu karena harga komoditi seperti karet dan sawit yang kurang baik sehingga macetnya kredit bukan karena nasabah bermasalah, apalagi karena kredit macet ada beberapa klasifikasinya. ”Debitur yang meminjam kredit di BSB juga beragam bukan hanya perusahaan saja tetapi juga perorangan termasuk juga konsumtif tapi juga didominasi oleh perusahaan,” katanya lagi. Sementara itu Faisol Sinin Pimpinan Sekretaris Perusahaan BSB mengatakan, sesuai Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang baru untuk pembiayaan kredit tidak hanya dilihat dari setoran pokok dan bunga saja. Melainkan juga harus meninjau dari prospek usahanya juga. ”Jadi ini yang susah dari perbankan karena yang menilainya bukan dari bank melainkan dari BI,” ujarnya. Terbitnya aturan baru yang berlaku sejak akhir 2012 lalu ini berdampak pada kondisi NPL BSB apalagi sektor usaha yang dibiayai tengah anjlok seperti komoditi. Sehingga yang awalnya kredit dikategorikan masih baik namun karena harga komoditi turun membuat prospek usaha untuk beberapa tahun mendatang masuk kategori kredit bias mengalami macet. (ove)
|