Jamaah Haji Nonkuota Menurun Drastis |
|
|
|
Written by Administrator
|
Thursday, 17 October 2013 16:54 |
MEKAH - Jumlah haji Indonesia nonkuota pada musim haji 1434 hijriah menurun drastis karena aturan Pemerintah Saudi sangat ketat termasuk memberikan sanksi bagi penduduk setempat yang memfasilitasi mereka.
Dubes Indonesia untuk Arab Saudi Gatot Abdullah Mansur kepada wartawan di Media Center Haji Daker Mekkah, mengatakan jumlahnya sekarang sangat sedikit sekitar puluhan orang sementara biasanya mencapai ribuan orang. “Orang Indonesia yang terbukti melanggar aturan menggunakan visa haji maka akan segera dideportasi dan mereka tidak boleh masuk ke Arab Saudi selama 10 tahun,” katanya.
Selain itu, ia menjelaskan, bagi penduduk setempat yang kedapatan memberikan fasilitas untuk haji bagi para mukiman (istilah untuk pelanggar visa haji) maka akan dibawa ke meja hijau dengan tuntutan satu tahun penjara serta fasilitas haji lainnya disita termasuk kendaraan yang mengangkut para mukimin.
Ia mengungkapkan, saat ini Staf di Konsul Jenderal Republik Indonesia (KJRI) yang akan umroh saja tetap harus menggunakan jasa travel dan tidak bisa seperti dulu dengan hanya dikoordinir KJRI Jeddah. “Ada seorang diplomat dari negara lain yang tidak tahu aturan umroh, tetap saja dihukum,” katanya.
Tidak hanya untuk negara lain, Pemerintah Arab Saudi juga mulai membatasi haji bagi warganya sendiri sampai 50 persen dari kuota sebelumnya. Pantauan di lapangan, masih ada jamaah haji yang tidak menggunakan visa haji sehingga otomatis mereka tidak mendapat fasilitas kendaraan antar jemput serta tidak mendapat maktab di Arafah dan Mina. Mereka biasanya tidur di masjid-masjid bahkan saat mabit mereka berdiam di sembarang tempat mulai dari trotoar jalan sampai kawasan perbukitan. Ditempat terpisah proses pembimbingan ibadah terhadap jemaah selama di Mekah dinilai belum maksimal. Oleh karena itu, Amirul Haj yang juga Menteri Agama Suryadharma Ali mewacanakan untuk memperbanyak pemberian visa bagi pembimbing ibadah dari KBIH.
"Banyak kasus yang terjadi terkait dengan ibadah. Ada jemaah yang tak mau tawaf dan sa'i karena sudah mencium Hajar Aswad. Ada yang tidak tahu apa itu sa'i dan tahallul. Banyak sekali yang begitu," katanya).
Menurut dia, selama ini, ada dua pihak yang bertugas dalam pembimbingan ibadah, yakni pembimbing KBIH dan petugas yang direkrut oleh Kementerian Agama. "Selama ini, kuota pembimbing KBIH masih sedikit. Oleh karena itu, selama berada di Arab Saudi, tugas mereka dibantu oleh para petugas yang direkrut oleh Kementerian Agama. Sekarang, persoalannya, apakah jemaah mau 'nurut' sama petugas kita ataukah kepada pembimbing KBIH. Mana yang lebih efektif?" ujarnya.
Atas dasar itulah, ia mengaku akan mewacanakan penambahan visa untuk pembimbing KBIH. Soalnya ia memandang bahwa hal itu akan lebih efektif untuk memaksimalkan ibadah jemaah. (mud/MCH/Rep)
|