Jatah Air Zamzam untuk Jamaah
MAKKAH - Kericuhan mewarnai suasana penimbangan barang bawaan di beberapa pemondokan jamaah haji asal Indonesia di Makkah. Umumnya jamaah menuntut ada keringanan berat barang bawaan dan keadilan jatah air zamzam. Maklum, layanan jatah air zamzam antara penumpang pesawat Garuda Indonesia dan Saudi Airlines tidak sama. Pemandangan di sektor 9 kawasan Bakhutmah, Makkah, misalnya. Banyak jamaah menuntut kepastian jatah air zamzam. Apalagi surat dari kepala daerah kerja (Daker) soal jatah zamzam itu berubah-ubah. Semula disebutkan setiap jamaah mendapat 10 liter, namun belakangan diralat menjadi 5 liter. "Kenapa harus beda" Ini tidak fair," kata Saharudin, jamaah kloter 9 Ujungpandang, kemarin. Diceritakan, para jamaah di kloternya telah mendengar bahwa penumpang Garuda Indonesia mendapat jatah zamzam 5 liter, sementara jamaah yang menumpang Saudi Airlines mendapatkan lebih banyak. Yakni, 10 liter per orang. "Bukan soal ikhlas atau tidak, masalah ini menyangkut rasa keadilan. Kita semua statusnya sama. Kenapa ada pembedaan" Garuda yang maskapai nasional seharusnya berpihak ke warga Indonesia," ujarnya. Vice President Haji Garuda Indonesia Hady Syahrean kepada anggota tim Media Center Haji (MCH) Indonesia mengaku ada perbedaan soal jatah airzamzam itu. Namun, hal itu lebih dikarenakan perbedaan kapasitas pesawat-pesawat yang digunakan pihak Garuda dan Saudi Airlines. "Saudi itu pesawatnya semua kan besar. Kalau kita kan ada Airbus. Nah, Airbus itu kan terbatas kapasitasnya. Jadi, kita keterbatasan daya angkut," ujarnya. Untuk mengangkut jamaah haji ini, Garuda Indonesia memanfaatkan Airbus 330 dengan 440 kursi, Boeing 747-400 (455 kursi), dan Boeing 737-300 (440 kursi). Pada musim haji tahun ini, maskapai milik BUMN itu mendapat jatah mengangkut penumpang lebih dari 90 ribu jamaah dari sekitar 160 ribu jamaah. Semula direncanakan 112.688 jamaah, namun kuota terpangkas 20 persen. Sisanya, jamaah diangkut dengan Saudi Airlines. Banyak jamaah berharap, Kementerian Agama (Kemenag) tidak lepas tangan begitu saja. Maksudnya, menyerahkan hak air zamzam itu ke pihak maskapai. "Misalnya, kalau setiap jamaah mendapatkan 5 liter, ya harus 5 liter saja. Demikian juga kalau mendapatkan 10 liter, ya semuanya sama. Kita bayarnya sama kok. Toh, siapa yang menempatkan jamaah ke pesawat Garuda atau Saudi" Kan petugas Kemenag. Jadi, Kemenag mesti mengeluarkan kebijakan tegas soal itu," ujar Anwar Muhammad, jamaah lain. Masalah lain adalah menyangkut ketentuan berat bagasi yang dibatasi 32 kilogram per penumpang. Gara-gara pembatasan itu, banyak jamaah yang harus eyel-eyelan dengan petugas dari PT Al-Masroi, pihak swasta yang dipilih maskapai. Petugas penimbang pun tidak bisa berbuat banyak. Sementara itu, banyak jamaah juga berharap agar proses menunggu pemulangan di Bandara Jeddah tidak terlalu lama. Maklum, jamaah harus menunggu selama 12 jam, sebelum akhirnya diterbangkan ke tanah air. Tidak sedikit jamaah yang kelelahan lantaran menunggu proses panjang itu. Mulai proses pemeriksaan barang hingga dokumen para jamaah. Ketua Daerah Kerja (Daker) Jeddah Endang Jumali tidak menampik dengan keluhan tersebut. Suasana menunggu lama itu membuat jamaah berpotensi mengalami kelelahan dan kurang tidur. Terutama bagi mereka yang melakukan tawaf wada (tawaf perpisahan) pada tengah malam. Akibatnya, bisa memicu emosi. "Persoalan ini tak hanya terjadi saat penyelenggaraan haji ini saja, tetapi dari dulu hingga sekarang," ujar Endang. (hud/jpnn)
|