JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengabulkan permohonan pemohon mengenai UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara terkait dengan status wakil menteri (wamen). Namun MK hanya mengabulkan sebagian permohonan yang dilayangkan oleh Gerakan Nasional Pemberantas Korupsi itu. "Amar putusan, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, Selasa, 5 Juni 2012. MK mengatakan dari permohonan pemohon, yang dianggap inkonstitusional hanyalah Penjelasan Pasal 10 UU No. 39 Tahun 2008, bukan Pasal 10 itu sendiri. Bunyi dari pasal itu adalah wakil menteri merupakan pejabat karir, bukan merupakan anggota kabinet. Menurut MK, norma dari Pasal 10 konstitusional karena yang bermasalah adalah penjelasannya. Penjelasan itu, di mata MK, inkonstitusional karena menimbulkan kekacauan sistem dalam pemilihan (pengangkatan) wamen. Pasalnya, penjelasan Pasal 10 menyebutkan wamen merupakan pejabat karier. Sedangkan kenyataannya ke-20 wamen ditunjuk oleh presiden (bukan pejabat karier). MK menuturkan mereka juga merasa penjelasan Pasal 10 tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 9 UU No. 39 Tahun 2008. Pasal 9 mengatakan bahwa susunan organisasi kementerian terdiri atas menteri, sekretariat jenderal, direktorat jenderal, dan pelaksana tugas pokok. Wakil menteri sama sekali tidak disebut dalam Pasal 9 sebagai bagian dari kementerian. "Menurut kami, keberadaan penjelasan tersebut justru inkonstitusional karena menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil dalam pelaksanaan hukum dan telah membatasi kewenangan eksklusif presiden dalam hal mengangkat wakil menteri," ujar Mahfud. Terakhir, MK mengatakan bahwa posisi wakil menteri perlu segera disesuaikan dengan kewenangan eksklusif presiden karena pada dasarnya jabatan tersebut konstitusional. Adapun hal itu, menurut MK, dilakukan melalui perbaikan semua Keputusan Presiden terkait pengangkatan masing-masing wakil menteri. "Agar menjadi produk yang sesuai dengan kewenangan eksklusif presiden dan tidak lagi mengandung ketidakpastian hukum," ujar Mahfud. Secara terpisah, pemohon, Ketua GNPK Pusat, Adi Warman, merasa puas dengan putusan MK. Ia mengatakan putusan MK telah memunculkan kejelasan akan status wamen. Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana mengaku siap jika jabatannya dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi. Hari ini, 5 Juni 2012, MK berencana memutuskan gugatan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. “Ya, harus siap menghormati apa pun putusan MK soal wamen. Toh, nothing to lose,” ujarnya saat dihubungi, Senin, 4 Juni 2012. “Santai saja. Ibarat judul lagu Bob Marley, no wamen no cry.” Denny mengaku sudah ambil ancang-ancang jika Mahkamah mengabulkan permohonan penggugat, Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Jika (jabatan wamen) dibatalkan, ya saya akan kembali ke kampus Universitas Gadjah Mada, mengajar dan menikmati Yogyakarta,” kata dia. GNPK menggugat jabatan wakil menteri karena menilai posisi itu inkonstitusional dan memboroskan duit negara. Perhitungan GNPK, 20 wamen menelan anggaran Rp 20,4 miliar per tahunnya, atau Rp 1,2 miliar per orangnya. Menurut saksi ahli dalam sidang di Mahkamah, Margarito, Pasal 10 UU Kementerian Negara tidak sejalan dengan Pasal 17 ayat 4 Undang-Undang Dasar 1945. Ayat itu mengatur pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian. “Ayat itu tidak memerintahkan DPR dan presiden menciptakan jabatan wamen,” ujarnya. Pasal itu seharusnya mengatur syarat pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian. "Bukan dan tidak dibenarkan bikin jabatan wakil menteri," ujarnya. Dia juga menilai pasal itu tidak sah secara hukum. "Tidak ada nalar bahwa pasal itu memiliki kualifikasi hukum dan sah," kata dia. Yusril Ihza Mahendra, saksi ahli yang juga hadir dalam sidang, sependapat dengan Margarito. Ia menilai latar belakang munculnya norma Pasal 17 ayat (4) UUD 1945 situasional, yakni saat terjadi pembubaran, pengubahan, serta pembentukan kementerian negara yang begitu sering dilakukan pada masa Presiden Abdurrahman Wahid. Adapun pemerintah, melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto, menyatakan optimistis hakim konstitusi tidak mengabulkan gugatan GNPK. Alasannya, kata Djoko, tak mungkin presiden melantik wamen tanpa dasar hukum. Apalagi posisi wamen diadakan karena menteri membutuhkan mitra di kementerian. (tmp/net/jpnn)
|