Kewibawaan MK Remuk karena Tergiur Uang Pilkada
JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) melontarkan kritikan pedas terhadap para hakim Mahkamah Konstitusi (MK) di era kepemimpinan Akil Mochtar dan di masa kepimpinan Hamdan Zoelva saat ini. Komisioner KY Taufiqurahman Sahuri secara tidak langsung menyebut , para hakim MK setelah era kepemimpinan Mahfud MD sudah jauh dari malaikat. Taufiqurahman membandingkan era Jimly Assidiqie, Mahfud MD, dan Akil. Putusan-putusan yang dikeluarkan MK di era Jimly disebutnya lebih mengedepankan pertimbangan akademik, era Mahfud progresif, dan jaman Akil putusan MK bersifat politis. Jimly dkk, kata Taufiq, mengandalkan kajian hukum secara matang. "Di jamannya Pak Jimly, sembilan hakim dekat dengan malaikat," ujar Taufiqurahman dalam diskusi di Cikini, Jakarta, kemarin (16/11). Karena putusan MK di era Jimly sangat obyektif, lanjutnya, nyaris tidak pernah terdengar adanya protes dari pihak-pihak yang bersengketa. Misalnya, kata Taufiq, ada kasus di Pilkada di mana salah satu pasangan menang padahal suara yang dia peroleh hanya 3.000 sementara pasangan lainnya 9.000. Sedang di era Mahfud MD, kata Taufiq, putusan-putusan MK lebih progresif, dengan banyak sekali terobosan-terobosan. Antara lain, MK berani memutuskan, masyarakat yang tidak terdaftar di daftar pemilih tetap (DPT) tetap boleh mencoblos hanya dengan menunjukkan KTP. Era Mahfud, MK juga beberapa kali berani langsung menggugurkan pasangan calon di pilkada yang terbukti bermasalah, misal bekas terpidana. Bagaimana di era Akil? Karena putusan-putusannya bersifat politis, menurut Taufiq, banyak pihak yang protes. "Sejak Refly Harun teriak, sebenarnya kewibawaan MK sudah anjlok. Jadi kewibawaan MK hancur itu karena dari internalnya sendiri," ujar Taufiq, komisioner KY yang membidangi rekrutmen hakim itu. Dia juga membantah omongan hakim MK Patrialis Akbar, yang menyebut amuk massa yang terjadi di MK karena tidak siap kalah. Menurut Taufiq, pemicunya karena hancurnya wibawa MK di tengah masyarakat. "Buktinya, sudah 10 tahun MK berdiri, baru kali ini terjadi kasus seperti itu. Dulu-dulu tak pernah ada kaca MK yang pecah," ujarnya. Taufiq juga menilai, hakim MK era Hamdan ini jelek dalam urusan komunikasi publik, yang menunjukkan sikap mau menang sendiri. Ini membuat publik tambah sebel. "Hakim Harjono itu, kalau diskusi ngotot, mau menang sendiri," cetusnya. Di tempat yang sama, peneliti senior Indonesia Public Institute, Karyono Wibowo, menilai, wibawa MK anjlok gara-gara oknum hakim MK ikut tergiur dengan banyaknya uang yang beredar di ajang pilkada. "Peredaran uang di pilkada besar. MK masuk dalam godaan itu," cetus Karyono. Sementara, Wakil Koordinator Forum Korban Putusan MK Berdaulat, Azhar Rahim Rivai, menuding MK era Akil terindikasi banyak permainan. Dalam kasus pilkada Kediri misalnya, "Sehari sebelum putusan dibacakan ada pasangan calon yang sudah selebrasi," kata dia. (sam/jpnn)
|