Kepala Rumah Tangga Cikeas Disebut
JAKARTA - Mantan Direktur Marketing PT. Permai Group, Mindo Rosalina Manulang (Rosa) menyatakan, proyek pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3 SON) di Bukit Hambalang, menjadi rebutan para elit Partai Demokrat. Bahkan, ia menyebut Silvia Soleha alias Bu Pur, ikut menginginkan proyek berbiaya Rp 2,5 triliun itu. Hal itu disampaikan Rosa saat memberikan kesaksian dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang untuk terdakwa Deddy Kusdinar, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin (3/12). “Jadi ada beberapa kubu pak. Pak Nazar ingin, Anas, dari Pak Andi juga pengen, dan terus tadi bilang Ibu Pur itu pengen, jadi banyak,” kata Rosa. Bekas anak buah Nazaruddin itu menjelaskan, awalnya proyek Hambalang hanya berbiaya ratusan miliar. Pada awal 2009 proyek mengalami perubahan anggaran sekitar Rp 1 triliuan hingga Rp 2 triliuan; dan berubah nama menjadi P3 SON. Dari sinilah beberapa petinggi Partai Demokrat saling merebutkan untuk menggarap proyek itu. Bahkan, ia menegaskan untuk mendapatkan proyek di Kemenpora, perusahaannya telah menggelontorkan uang Rp 20 miliar pada Wafid Muharam yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora). Ia menceritakan, bahwa uang yang diberikan pada Wafid Muharam senilai Rp 10 miliar, ialah untuk memuluskan PT Permai Group mendapatkan proyek Hambalang. Uang itu diberikan kepada beberapa pihak. “Saya ketemu Nazar, sudah ketemu Wafid katanya uang Rp10 miliar itu dikasih ke siapa saja. Nazar kasih tahu Rp 5 miliar dikasih ke Andi lewat adiknya choel,” beber Rosa. Adapun Rp 5 miliar dibagikan pada dua pihak. Rp 2 milar diberikan pada Ketua Komisi X DPR Mahyudin; melalui Koordinator anggaran Angelina Sondakh; dan Rp 3 miliar diberikan pada Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto. Namun, Joyo pada persidangan sebelumnya menampik telah menerima uang itu. “Rp 2 miliar ke DPR Komisi X. Dia (Nazaruddin) bilang ke Ketua Komisi dan Koordinator Anggaran. Rp 3 miliar itu katanya untuk kepala BPN pak Joyo Winoto,” tegas Rosa. Meski perusahaannya sudah mengeluarkan uang Rp 10 miliar, akan tetapi tidak dapat menggarap proyek Hambalang. Selanjutnya Rosa menjelaskan pada Nazaruddin bahwa perusahaanya tidak masuk dalam proyek itu. Awalnya, Nazar memarahi Rosa dan memerintahkan untuk meminta kembali uang yang telah diberikan pada Wafid senilai Rp 10 miliar. Akhirnya Nazar berubah pikiran dan menginginkan pengadaan proyek Hambalang. “Kata Pak Nazar bilang ke Wafid kita tidak dapat fisik ambil alat. Rp 10 miliar nggak usah kembali hitung di akhir. Jadi Wafid tidak usah balikin Rp 10 miliar,” tutur Rosa menirukan ucapan Nazaruddin. Namun, setelah menemui Wafid dan menyampaikan keinginan Nazaruddin, Wafid malah memerintahkannya untuk menyampaikan pada bosnya, agar tidak ikut campur kembali dalam proyek itu. “Setelah saya ketemu Pak Wafid, dia bilang mohon maaf Ibu Pur sudah ke sini. Sudah ke Pak Wafid, peralatan itu Ibu Pur juga pengen,” ujar Rosa. #Kepala RT Cikeas Disebut Mendengar pengakuan Rosa, penasehat hukum Deddy Kusdinar, Samsul Huda menanyakan siapa sosok Ibu Pur sampai menginginkan proyek ini. Awalnya, ia menolak untuk memberikan keterangan dalam persidangan. Namun, setelah dicecar akhirnya Rosa mengungkapkan siapa Ibu Pur. "Dia dari kepala rumah tangga (RT) Cikeas. Bilang bosmu mundur aja," kata Rosa menirukan perkataan Wafid. Akhirnya, perusahaan Permai Group ini memutuskan untuk tidak lagi terlibat dalam proyek berbiaya Rp 2,5 triliun, setelah mendengar ada pihak Cikeas yang ikut andil. Rosa memaparkan, setelah perusahaannya mundur dari proyek Hambalang, uang Rp 10 miliar dikembalikan Wafid Muharam. "Rp 10 miliar dikembalikan," imbuhnya. Sementara Rp 10 miliar lainnya tidak dikembalikan, karena perusahaan Nazar memperoleh Rp 200 miliar untuk menggarap proyek Wisma Atlet di Kemenpora. Sementara Deddy Kusdinar melalui kuasa hukumnya, Samsul Huda menyebut, bahwa proyek Hambalang merupakan korban dari penguasa. Menurutnya, meski mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga (RT) Kemenpora itu adalah PPK, tetapi fakta di persidangan, kliennya itu secara jelas dikorbankan. Dalam persidangan, Syamsul sempat menanyakan kepada Rosa yang memberikan kesaksian soal siapa sebenarnya Ibu Pur yang turut bermain dalam pengadan peralatan proyek Hambalang. "Jadi apa yang bisa dilakukan DK (Deddy Kusdinar) dengan banyak orang besar yang sudah ngijon proyek ini dari awal. Bahkan jauh hari sebelum DK jadi PPK itu, sudah sengaja proyek itu digarap untuk kepentingan banyak orang. Orang besar yang berkepentingan dengan proyek Hambalang ini. Makanya saya tanya (ke Rosa soal Ibu Pur)," ujar Syamsul. Untuk itu ia kembali menegaskan, bahwa kliennya tidak mengetahui soal korupsi proyek Hambalang dan siapa saja yang ikut bermain dalam proyek itu. ”Pesan sidang hari ini (kemarin) jelas bahwa memang proyek hambalang ini dikeroyok banyak orang,” kata Syamsul. Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja menegaskan, prinsipnya semua yang menjadi fakta persidangan akan di follow up oleh KPK. Untuk itu pihaknya menunggu bagaimana kelanjutan persidangan berikutnya. Sebab bahwa di KPK ada tahapan-tahapan yang harus dilakukan. "Dan langsung jadi tersangka kan ngga mungkin juga, jadi ada proses yang musti di follow up setelah ini," ungkap Adnan di Gedung KPK, Jakarta, kemarin. Dia melanjutkan, penyelidikan kasus Hambalang di KPK masih dalam proses penyidikan. Saat ini KPK sudah menahan tersangka Andi Alfian Mallarangeneng dan mantan Direktur Operasional I PT Adhi Karya Teuku Bagus M Noor. Sementara untuk Anas Urbaningrum menurut Adnan nantinya akan ditahan juga. "Itu hanya soal waktu saja, jadi sabar saja. Akan ditahan iya. Yang pasti penyidik belum menyodorkan surat permintaan itu ke pimpinan. Surat penahanan (Anas) belum sampai ke meja pimpinan," tandasnya. (Indra/WMC)
|