Pagi Ngomong Aneh, Sore Kejadian
Tak ada yang bisa mengukur kapan batas hidup seseorang. Seperti dialami Hendra Herawan (35). Pria yang berdagang perabotan keliling dan memiliki enam anak buah ini, nasibnya berakhir tragis. Niatnya berjualan ke Muara Bungo, Jambi tak kesampaian. Soalnya, ia dibunuh dengan ditombak oleh tetangganya sendiri. Denni-Palembang
Persisnya berada di tengah-tengah kawasan padat penduduk dan lingkungan tidak pernah sepi, bahkan jauh dari kemapanan, begitulah kira-kira hunian yang ditempati almarhum Hendra Herawan bersama istri dan kedua anaknya, di Jalan Kemas Rindho, Lorong Santai, RT 35/05, Kelurahan Ogan Baru, Kecamatan Kertapati. Penderitaan kini ditimpakan atas kepergian almarhum kian berat dirasakan Musdarita (25), istri korban. Ia hanya ibu rumah tangga biasa dan kini harus menghidupi kedua anak yang masih kecil, dimana satu usia 4 tahun dan satu lagi masih menyusui. Menurut Ruslan (52), kakak misan korban, mengaku petang kejadian itu, Kamis (07/06), korban berada di rumah temannya, membicarakan pekerjaan. “Petang, dia itu lagi ada di rumah temannya, karena Jumat paginya mereka rencananya mau berangkat ke Muara Bungo, Jambi, untuk dagang keliling barang perabotan rumah tangga dan sapu. Terus pamit keluar mau beli rokok. Nah disaat itulah, dia (korban, read) melihat suami (tersangka Arnelo,red) dan istrinya ribut mulut. Karena Maghrib dan orang pada salat maka ditegurlah oleh korban,” terang Ruslan, ditemui di rumah duka kemarin. Tampaknya tersangka tidak senang dengan teguran korban, akhirnya berbuat nekat dengan membabi buta seperti kerasukan setan. Keributan suami istri itu bukannya dapat diredam korban, melainkan kian jadi, malah tersangka Arnelo balik beradu mulut dengan korban. Diduga sama-sama keras sampai tidak ada yang mau mengalah, disaat itulah keduanya ribut di depan tangga rumah tersangka, memilih cara kekerasan. “Dia (korban) ditusuk tersangka itu pakai tombak panjang bermata dua. Tombak itu memang biasa dipakai untuk mencari barang rongsokan. Pertama kena di dada kanan dan kedua kena di perut kiri dan tusukan kedua itu yang menewaskan adik saya dek. Untuk ribut suami istri tersangka bisa dikatakan memang sering dan sudah jadi makan malam para tetangga. Tersangka itu orang datangan baru disini, bukannya belajar bergaul dengan warga sini, malam hampir tiap petang kerjanya cekcok melulu dan diluar rumah pula. Siapa yang tidak risih mendengarnya. Itulah kebetulan adik saya melintas, maka ditegurlah,” beber Ruslan yang tampak masih kesal itu. Mengenai pertanda kepergian almarhum (Hendra Herawan), diungkapkan Musdarita (25), kalau suaminya itu siang sekitar jam 09.00 WIB, sempat berkata seperti tidak biasanya. “Suami aku bilang siang sebelum kejadian, katanya aku ini kalau meninggal, siapa yang akan kasih susu anak aku ini. Begitu pagi ngomong aneh, sorenya kejadian dan meninggal,” kenang Musdarita. Menurut Musdarita, selagi hidup mendiang suaminya itu sosok yang bertanggungjawab. “Kerjanya memang berdagang keliling, sering merantau untuk berjualan kadang sampai ke Muara Enim sama Jambi. 15 sampai 30 hari dia kerja habis itu pulang ke rumah lagi. Suami aku sudah punya 6 orang pekerja, dia yang mengatur barang. Kadang ambil dari agen dan toko. Alhamdulillah dari pekerjaannya itu cukup untuk menghidupi kami, walau tinggal di rumah sederhana ini. Sekarang dia pergi ninggalkan anak masih kecil satu umur 4 tahun dan satu lagi ini masih menyusui. Orangnya kalu lagi tidak pergi di rumah saja, ya kerja apa saja, namanya kerja sendirian,” terangnya. Diungkapkan juga Hendri (30), kakak nomor dua korban (Hendra) dari lima bersaudara. Dia mengungkapkan perawakan adiknya itu persis dengannya mulai dari tinggi dan warna kulit. “Kalau bicara seperlunya saja dia itu, pekerja keras dan diam. Termasuk sabar dia ini orangnya, pembawaannya santai, tapi tetap kalau dia kerjakan apa yang jadi tanggungjawab. Tapi tetap bergaul dengan tetangga, siapa saja dan dia paling benci kalu bergosip apa lagi ngomongin orang pak,” begitu tuturnya. Hendri juga menyayangkan perlakukan tersangka, menurutnya lebih mengedepankan dan menuruti hawa nafsu itu. “Pikirkan saja maghrib itu waktunya untuk solat dan tetangga sudah mengunci rumah. Tapi tersangka bukannya dipakai untuk beribadah salat, ini malah bertengkar, ya walau pun wajar cekcok rumah tangga. Tapi tidak enak kalau terjadi di luar, apalagi didengar tetangga dan anak-anak kan malu. Dia juga (tersangka) seakan tidak berpikir siapa yang dia bunuh, kini meninggalkan dua anak jadi yatim gara-gara dia. Jelas kami menginginkan tersangka diberi hukuman setimpal,” pungkas Hendri yang tampak masih terpukul atas kepergian adiknya itu. (**)
|