SUMSEL - Air bersih merupakan kebutuhan yang sangat penting dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Maka tak heran jika pemerintah baik nasional maupun pemerintah daerah menjadi program pengadaan air bersih merupakan program utama setiap tahunnya. Namun walaupun sudah dilakukan upaya tersebut, tak sedikit pelayanan air bersih oleh pemerintah daerah terkadang masih minim sehingga banyak warganya belum menikmati pelayanan air bersih secara maksimal. Kondisi ini berdampak pada kesehatan warganya sendiri.
Di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) pengadaan pelayanan air bersih bisa dikatakan belum memenuhi standar kebutuhan secara nasional dan belum penuhi target Milenium Development Goals (MDGs) untuk pelayanan air minum di daerah yang mencapai 68,87 persen dari jumlah penduduk. Wakil Gubernur Sumsel, H Ishak Mekki mengungkapkan, hingga kini masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan pelayanan air bersih. Oleh sebab itu, Pemerintah (Pemprov) terus mendesak pemerintah kabupaten/kota untuk terus meningkatkan pelayanan kebutuhan air bersih bagi masyarakat.
”Kebanyakan di daerah memang masih minim pelayanan air bersih. Ini memang menjadi perhatian kita dan pemerintah kabupaten dan kota untuk bergerak cepat memaksimalkan perluasan pelayanan air bersih ini,” tandasnya.
Masih minimnya pelayanan air bersih tersebut ditambah lagi dengan kondisi Perusahan Daerah Air Minum (PDAM) di Sumsel yang sebagian besar masuk katagori tak sehat. Dari data Persatuan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi), di Sumsel baru 12 kabupaten/kota yang memiliki PDAM.
Dari 12 kabupaten/kota itu, hanya 3 kabupaten/kota yang PDAMnya kategori sehat, yakni Kota Palembang, Kabupaten Banyuasin dan Muara Enim. Sedangkan 8 kabupaten/kota lain memiliki PDAM yang masuk kategori tidak sehat dan 1 PDAM dinyatakan sakit. PDAM itu diantaranya PDAM Lubuk Linggau, Prabumulih, dan OKU.
Ketua Persatuan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi), Rudie Kusmayadi mengatakan, dengan kondisi itu maka jumlah PDAM sehat di Sumsel memang masih sedikit. “Penilaian ini berdasarkan tiga aspek, yakni aspek keuangan, aspek operasional dan aspek cakupan pelayanan dan sumber daya manusia. Untuk di Sumsel itu kendala yang paling banyak adalah soal SDM. Karena, banyak SDM yang tidak kompeten ditempatkan di PDAM, sehingga menganggu kualitas kerja,” bebernya.
Selain itu, lanjut dia, tarif yang dibayarkan pelanggan jauh dibawah tarif pokok. Sedangkan Kota Palembang, salah satu dari tiga pemerintah yang PDAMnya masuk katagori sehat, pelayanan air bersihnya sudah mencapai 85 persen namun untuk pelayanan 24 jam belum sampai 50 persen.
Direktur Utama PDAM Tirta Musi Palembang, Cik Mit mengatakan, PDAM Tirta Musi tahun ini menargetkan 22.800 sambungan baru di wilayah Palembang, terdiri dari 19.000 sambungan reguler dan 3.800 sambungan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Hal tersebut sesuai dengan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP). “Saat ini jumlah 225.000 sambungan pelanggan yang tersebar hampir diseluruh wilayah. Tahun ini ditargetkan 22.800 sambungan. Asumsinya, tiap bulan ada penambahan 1500-2000 sambungan baru.
Selain itu, Cik Mit juga berkomitmen mendukung rencana Walikota Palembang untuk menyediakan layanan air bersih bagi seluruh warga Palembang 24 jam penuh. “Sebab saat ini layanan air bersih 24 jam masih minim dan belum sampai 50 persen dinikmati pelanggan,” ungkapnya.
Upaya penyediaan layanan air bersih 24 jam harus didukung sarana dan prasana yang baik sebab selama ini layanan 24 jam belum bisa diterapkan lantaran masih tingginya angka kehilangan air yang mencapai 25 persen dari total produksi air bersih yang dihasilkan.
Angka ini membuat PDAM banyak kehilangan air bersih. Oleh sebab itu lanjut Cik Mit, PDAM Tirta Musi bertekad menekan angka kebocoran air bersih agar bisa diefisiensikan menjadi air bersih yang bisa digunakan seluruh pelanggan.
“Kehilangan air bersih disebabkan karena dua faktor yakni fisik dan non fisik. Secara fisik kehilangan air benar berarti air hilang dan terbuang sia-sia lantaran tak masuk dalam angka pemakaian air bersih oleh pelanggan yang disebabkan oleh banyak sebab. Misalnya pecahnya pipa, kebocoran sambungan, bak penampungan bocor hingga adanya kebocoran pada aksesori pipa serta pencurian air bersih oleh pelanggan,” jelasnya.
Kehilangan air karena pecah atau rusaknya pipa, lanjut dia, akan ditanggulagi dengan secara bertahap mengganti pipa yang dinilai rawan bocor dan pecah akibat berbagai faktor, sementara kehilangan air akibat pencurian akan terus digalakkan razia dan sosialisasi pada pelanggan agar jangan memasang sambungan sebelum meteran sebab jika kedapatan akan disanksi pemutusan sambungan. Kehilangan air non fisik kata Cik Mit, bisa disebabkan karena kesalahan akurasi penghitungan meter air. (ati/ika/rob)