JAKARTA - Marak aksi ambil untung (profit taking) dan mulai bermunculan sentiment negatif membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi melemah lagi. Seperti akhir pekan kemarin, indeks turun 58,699 poin (1,306 persen) ke level 4.437,343 dan indeks LQ45 tergerus 13,60 poin (1,79 persen) ke level 747,04. Head of Technical Research PT Trust Securities, Reza Priyambada, mengatakan akhir pekan kemarin indeks tidak kuasa bertahan di area yang sudah dalam fase jenuh beli (overbought) setelah aksi profit taking kian deras dilakukan pelaku pasar. "Saham-saham yang sebelumnya masih diharapkan untuk naik mulai melemah dengan adanya aksi tersebut. Pelemahan IHSG turut ditunjang laju bursa saham AS (Amerika Serikat) dan Asia yang menunjukkan penurunannya setelah berbagai sentimen yang kurang baik," ungkapnya, kemarin. Sentiment negatif itu di antaranya rilis beberapa kinerja emiten global yang di bawah estimasi serta rilis data makroekonomi dari Tiongkok dan Jepang yang kurang sesuai dengan ekspektasi pasar. Merespon itu, pelaku pasar memilih keluar sementara waktu. Nilai tukar Rupiah dalam situasi sama dengan mencatatkan pelemahan merespon sentiment negatif global itu. Terlebih setelah Bank Indonesia (BI) menyatakan potensi kenaikan inflasi bisa sebesar 1 persen akibat meluasnya bencana banjir di beberapa daerah di Indonesia sehingga menghambat distribusi barang konsumsi. Melemahnya nilai tukar, kata Reza, bukan hanya dirasakan Rupiah tetapi juga beberapa mata uang di regional Asia imbas merespon negatif pelemahan indeks manufaktur Tiongkok. "Tetapi pelemahan Rupiah terbatas setelah laju USD dapat terpatahkan oleh Poundsterling yang menguat setelah pelaku pasar berbalik merespon positif langkah tetapnya BoE (Bank of England) rate untuk pemulihan ekonomi Inggris. Laju Rupiah berada di atas support Rp 12.186. Rp12. 186 " 12.158 (kurs tengah BI)," ulasnya. Reza mengatakan adanya rilis negatif dari penurunan HSBC manufacturing PMI Tiongkok tidak hanya memberikan gambaran kondisi kian melambatnya kegiatan industri di sana namun juga berimbas pada persepsi maupun ekspektasi pelaku pasar terhadap rilis kinerja emiten. Pelaku pasar saat ini menanti rilis kinerja beberapa emiten di Asia terutama yang prinsipalnya berpusat di Tiongkok. "Di sisi lain dengan adanya pelemahan tersebut, pelaku pasar beralih pada aset-aset yang dinilai aman diantaranya Yen sehingga nilainya menguat dan berimbas pada pelemahan bursa saham Asia, terutama Nikkei," terangnya. Aksi jual juga terjadi pada bursa saham Eropa yang berakibat pada pelemahan lanjutan sejumlah indeks saham kawasan benua biru itu. Pelaku pasar masih merespon negatif rilis data manufaktur Tiongkok yang berimbas pada terdepresiasinya sejumlah mata uang Asia dan emerging market lainnya serta persepsi akan turunnya laju ekonomi Asia yang dapat menurunkan permintaan barang " barang dari Eropa. Di AS, beberapa emiten sudah melaporkan kinerja 2013 antara lain Caterpillar Inc., General Electric Co., Boeing Co., dan Kansas City Southern yang hasilnya di bawah estimasi. Meski begitu dari 122 emiten dalam indeks S&P 500 yang telah merilis kinerjanya, sekitar 74 persen telah melampaui estimasi keuntungan dan 67 persen dari itu melampaui perkiraan penjualan. Akhir pekan kemarin bursa di AS ditutup merah. Indeks Dow Jones tergerus 318,24 poin (1,96 persen) ke level 15.879,11. Indeks Nasdaq anjlok 90,70 poin (2,15 persen) ke level 4.128,17. Indeks S&P 500 terkikis 38,17 poin (2,09 persen) ke level 1.790,29. Awal pekan ini IHSG sendiri diyakini masih sulit untuk kembali menguat. Indeks diperkirakan bergerak di kisaran support pada level 4.423 " 4.430 dan resistance di level 4.468 " 4.483. "IHSG kembali masuk dalam kisaran target support (4.430 " 4.465) meski hampir menyentuh target resistennya. Diperkirakan aksi jual masih akan terjadi sehingga IHSG pun akan berimbas turun," ucap Reza.(geen/jpnn)
|