BUDAYA dan pergaulan anak muda kini telah beragam, setiap tahun dan setiap masa ada saja istilah baru apalagi yang kini tengah santer dengan cewek cabe-cabean yang terlihat seperti istilah kumpul kebo bagi anak-anak muda. Kondisi ini tak pelak merupakan perilaku yang cenderung merusak moral khususnya para remaja dan pemuda. Aksi cewek cabe-cabean yang berada di lingkungan pergaulan balapan liar tersebut juga merusak ketenangan masyarakat.
Selain itu, perilaku cewek cabe-cabean sudah merata yang sebelumnya cenderung hanya melanda para remaja dan pemuda di metropolis, kali ini melanda lingkungan pergaulan di pedesaan. Tentu ini sangat mengkhawatirkan kita semua. Sebab pergaulan cawek cabe-cabean jelas bukanlah contoh yang baik. Fenomena pergaulan ini dapat dan sering terlihat di Kota Metropolis seperti di Kota Palembang misalnya. Dimana salah satunya terlihat di kawasan Jalan Tanjung Api-Api. Dengan berdandan sedikit menor, dengan jins ketat dan tampilan sedikit mencolok, wanita-wanita yang masih berusia kisaran 14 sampai 20 tahunan, Nampak menghiasi beberapa titik jalan yang kerap dipakai menjadi ajang track balap liar. Di akses jalan menuju bandara SMB II itu, setiap sore hari selalu diisi dengan aksi balap liar oleh pemuda-pemuda penggila kecepatan, dari motor hingga mobil berjejer memenuhi sepanjang jalanan tersebut. Namun di tengah kerumunan para pemuda, juga nampak beberapa anak remaja tanggung yang biasa disebut Anak Baru Gede (ABG) berpakaian sedikit mencolok ikut nimbrung di atas motor maupun kendaraan lainnya di kawasan tersebut Aktifitas mereka dari sekedar menonton balap, hingga dijadikan ojek taruhan oleh pembalap liar. Para perempuan belia yang kerap disebut sebagai ‘Cabe-Cabean’ itu tampak terbiasa dengan hingar bingarnya suara knalpot dari kendaraan yang tengah beradu kecepatan di jalanan Di jumpai Palembang Pos, di lokasi balapan, Rizla (16) yang dikenal sebagai cabe-cabean bersama teman-temannya yang lain mengaku, dirinya masuk ke pergaulan balapan liar tersebut bermula dari ajakan temannya, sebut saja Shinta, salah seorang siswa salah satu SMP swasta di Palembang yang lebih dahulu terjun ke dunia balap liar sebagai cabe-cabean “Saya ini awalnya diajak teman kak, sebenarnya sih sekedar hoby saja menyaksikan balapan liar, namun berselang waktu dan melihat teman yang dapat penghasilan banyak, saya juga tertarik dan merelakan diri saya jadi bahan taruhan oleh pembalap liar yang usianya tak terpaut jauh dari kami,” ungkapnya. Rizla, yang terlihat manis dan hanya menamatkan pendidikanya sebatas jenjang SMP ini menambahkan, cara kerja dirinya di balapan liar tersebut cukup mudah. Dirinya hanya cukup menerima tawaran untuk menjadi bahan taruhan pembalap tentunya dengan nego harga dahulu dimulai dari Rp 250 ribu hingga 2 juta. Besarnya taruhan itu tergantung banyaknya pembalap liar yang ikut ngaspal (istilah bapalan,Red). Sebelum akhirnya berlanjut dengan konvoi lalu langsung menginap di salah satu penginapan. “Kita Cuma perlu menyetujui saja apakah mau atau tidak menjadi bahan taruhan, biasanya si pembalap sendiri yang memilih dan meyepakati untuk memilih kita jadi bahan taruhannya, untuk nego harga berkisar Rp 250 ribu hingga Rp 2 juta rupiah. Siapa yang menang langsung bawa kita chek in dan jalan-jalan selama beberapa hari,” terangnya blak-blakkan. Bahkan dikatakannya Rizla, tak jarang kegiatan itu dilanjutkan dengan bisnis prostitusi terselubung ini sangat menjanjikan, untuk satu hari saja dirinya biasa mendapatkan uang berkisar 2 juta lebih tergantung banyaknya pembalap yang mempertaruhkannya. Bisanya pada hari sabtu malam minggu dirinya beroprasi. “Penghasilannya cukup menjanjikan, makanya banyak ABG yang tertarik, terutama yang berisia muda dan sulit ekonominya,” terang ABG yang mengaku merantau dari Lahat ini. Disinggung mengenai sikap orang tuanya, Rizla mengatakan, dirinya izin pada orang tua di Lahat pergi ke Palembang untuk berkerja di rumah makan, bahkan tiap bulan ia mengirimkan pendapatannya sebagai cabe-cabean kepada orang tuanya. “Ibu saya di Lahat dan tidak kalau saya kerjanya seperti ini (cewek cabe-cabean), taunya saya kerja di rumah makan, tiap bulan pun saya kirimi ibu saya,” tandasnya. Sedangkan untuk berhenti di dunia prostitusi terselubung itu, Rizla mengatakan belum tahu kapan, sebab dirinya saat ini belum ada pekerjaan lain yang penghasilannya sebesar ini “Saya sih tak tau kapan akan berhenti, mungkin kalau sudah ada kerja lain, atau modal untuk membuka usaha sendiri saya bisa meninggalkan dunia hitam ini,” ujarnya. Ambo Intang warga Jalan Ahmad Yani Plaju ini mengatakan, faktor pengawasan dan pembinaan dari orang tua mesti ekstra untuk mencegah timbulnya pergaulan yang salah sehingga anak tidak terpengaruh atau terjebak. “Kalau memang anak-anak ini diawasi dibina dengan baik mudah-mudahan tidak terjebak dengan pergaulan atau tindakan yang bakal merugikan dirinya dan masa depannya,” cetus pria yang juga dosen Universitas Taman Siswa ini. Ditambahkan Ambo, budaya cabe-cabean sebetulnya hanya karena pergaulan dan gengsi dikalangan anak muda khususnya kelompok pecinta balapan liar.“Selain merusak dan membahayakan, pergaulan anak-anak cabe-cabean ini juga mengganggu ketertiban para pengguna jalan, kepada pihak berwajib agar dapat menertibkan komunitas cabe-cabean ini,”pungkasnya.(cr10/vot)
|