OKI - Hj Maimunah, sang majikan sekaligus pemilik Toko Sahabat, yang diduga memperbudak pembantu rumah Tangga (PRT), dan 5 pekerja toko sepatu dan pakaian miliknya di Desa Tugumulyo, Kecamatan Lempuing, OKI, membantah telah menjadikan mereka sebagai budak. Itu diungkapkan Maimunah saat ditemui
pihak Disnakertrans OKI, Jum’at (04/04) sore. Dikatakan Maimunah, semua yang dituduhkan enam pekerjanya yang rata-rata masih remaja itu, semuanya tidak benar, dan semua itu adalah karangan. ‘’Itu semua fitnah, terutama tuduhan penganiayaan, saya tidak pernah menganiaya mereka. Kemudian untuk makan sehari-hari, apa yang saya makan sama seperti yang mereka makan. Demi Allah tidak pernah saya kasih mereka beras satu canting untuk berenam dalam satu hari, itu sama sekali tidak masuk akal,” katanya saat ditemui di Toko sepatu miliknya. Bahkan para pekerjanya itu selama bekerja di tokonya, selama ini tinggal dan makan secara gratis di rumahnya. ”Mereka itu semuanya tidak tahu terima kasih. Mereka dari Lampung, saya terima bekerja di sini, saya ajak tinggal dan makan di rumah saya, tanpa dipungut biaya sepeserpun. Coba kalau mereka bekerja di Jakarta atau di Palembang, tempat tinggal dan makan pasti bayar, tetapi di tempat saya semuanya gratis. Tinggal di tempat yang layak, makan sama dengan yang saya makan,” ungkapnya. Mengenai tuduhan dirinya melarang salat dan melarang memakai Jilbab, lanjut Maimunah, itu juga sama sekali tidak benar. ”Mereka yang pakai jilbab saya belikan jilbab, baju, sandal juga saya kasih. Saya tidak pernah melarang mereka salat, bahkan saya setiap hari menyuruh mereka salat. Bapak bisa lihat sendiri di toko saya, kami buatkan ruang salat, sajadah, mukenah dan perlengkapan salat tersedia, dari mana saya melarang salat, itu fitnah,” terangnya. Untuk jam kerja sendiri, kata Maimunah, para pekerja itu bangun jam setengah lima, karena mereka harus belanja sayur untuk keperluan mereka sendiri, itupun uang belanja dari dirinya. Kemudian, pagi jam 07.00 WIB harus jaga toko dan pulang pukul 21.00 WIB. ”Itu normal Pak untuk disini, kalau mereka sudah di rumah langsung istirahat dan tidur, tidak harus pukul 24.00 harus tidur. Mereka ngaku dapat giliran mijit saya, juga tidak ada,” ungkapnya. Masalah penyitaan alat komunikasi Hp, diakui Hj Maimunah memang benar. Itu dilakukan agar para pekerja itu konsentrasi bekerja. ”Memang Hp kami sita, tetapi kita kasih kesempatan mereka untuk komunikasi dengan keluarganya dua minggu sekali. Kalau Hp itu tidak kita sita, mereka nanti boros, banyak kasbon dengan saya, sehingga gajinya habis,” jelasnya. Begitu juga mengenai gaji para pekerja itu yang belum dibayar, dia mengakuinya, karena sesuai kontrak, para pekerja itu gajinya dibayar setelah kontraknya habis satu tahun. ”Mereka belum abis kontraknya, baru dua orang yang hampir habis kontraknya, sementara yang empat lagi baru bekerja 6 bulan. Sesuai perjanjian, kontrak habis, gaji baru kita bayar sekaligus, kita potong kasbon. Tujuannya agar mereka pulang ke rumah membawa hasil yang besar. Kalau diterima perbulan, takutnya habis saja,” bebernya. Sekarang pihaknya siap untuk mediasi dengan para mantan pekerjanya itu, dengan syarat disaksikan Dinas tenaga kerja dan Kepolisian. ”Saya siap mediasi, sekarang kalau mereka datang mau minta gaji mereka akan langsung kita bayarkan, uangnya sudah saya siapkan. Seharusnya tidak perlu mereka harus sampai ngelapor ke polisi dan sebagainya,” tuturnya. Kapolres OKI AKBP Erwin Rahmat, didampingi Kasat Reskrim AKP H Surachman SH, mengatakan saat ini pihaknya masih terus memeriksa saksi-saksi korban, bahkan pihaknya masih terus berkoordinasi dengan Disnakertrans mengenai kasus ini. ”Masih kita pelajari kasus ini, apakah mereka melanggar undang-undang tenaga kerja atau penipuan. Kalau masalah penganiayaanya itu, perlu bukti visum,” ungkapnya. Saat ini pihaknya belum bisa memanggil pihak terlapor, karena masih memeriksa saksi-saksi pelapor. Pihaknya berjanji secepatnya akan memanggil terlapor paling lambat hari Selasa. ”Secepatnya kita panggil terlapor. Mengenai aktifitas toko tersebut, tetap berjalan seperti biasa. Pihaknya belum bisa menyegel atau menutup aktifitas usaha terlapor, karena kasus ini masih dalam penyelidikan,” terangnya. Kadisnakertrans OKI Amirudin, melalui Kasi Norma Kerja Jalaludin mengatakan, pihaknya sudah mendatangi lokasi usaha Hj Maimunah. ”Kita sudah meminta klarifikasi dari Hj Maimunah, terkait pengaduan para pekerja tersebut. Selanjutnya kita masih pelajari apakah ada pelanggaran dalam undang-undang tenaga kerja atau tidak. Untuk pidananya kita serahkan ke pihak kepolisian,” jelasnya. Kalau masalah gaji itu, sambung Jalaludin, sudah melanggar Upah Minimum Provinsi (UMP). "Perjanjian kontrak itu tidak diketahui disnaker, itu sudah batal demi hukum. Kemudian Hp disita, mereka telah melanggar Undang-undang tenaga kerja. Para pekerja dijanjikan Rp 1 juta, sementara UMP Rp 1,8 juta. Sebenarnya banyak pelanggaran ketenagakerjaan. Selanjutnya kasus ini dalam penyelidikan, pidananya kita serahkan ke Polisi,” tambahnya. (cr04)
|