PALEMBANG - Dewan Pengurus Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Sumatera Selatan (Sumsel) memprediksi harga Rumah Siap Huni (RSH) murah subsidi pemerintah atau FLPP di Sumsel akan naik pekan depan. Diperkirakan kenaikan harga rumah bagi masyarakat menengah kebawah (MBR) ini diluar prediksi karena naik Rp 30 juta atau dari Rp 88juta menjadi Rp 118 juta per unit. Ketua DPD REI Sumsel, H M Ali Sya’ban mengatakan, harga baru rumah FLVV diberlakukan paling cepat pekan depan. Saat ini katanya Rei Sumsel masih menunggu aturan pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) dari Menteri Keuangan (Menkeu). “Sebelumnya dari awal kami memperkirakan kenaikan RSH diangka Rp 105juta dari draf usulan yang diajukan dengan estimasi kenaikan sebesar Rp 120juta. Namun ternyata pemerintah menetapkan kenaikan RSH diangka Rp 118juta. Mudah-mudahan pekan depan sudah bisa diberlakukan harga baru itu,” kata Ali Sya’ban, belum lama ini dikantornya. Dijelaskannya, kenaikan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perumahan Rakyat (Permenpera) No 3/2014 tentang Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dalam rangka pengadaan perumahan melalui kredit pemilikan rumah ditetapkan bahwa harga satuan unit RSH di Sumsel sebesar Rp 118juta. Menurutnya, besaran harga rumah di Sumsel sama seperti beberapa daerah di Indonesia seperti Nangro Aceh Darussalam, dan Jawa Tengah. Sementara provinsi Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, dan Banten kecuali Tangerang ditetapkan sebesar Rp 116juta. Sedangkan harga rumah tertinggi di Papua sebesar Rp 169 juta. Dia menyebut harga rumah terendah berada di Provinsi Lampung dengan besaran sekitar Rp 113juta per unit. Sedangkan Harga rumah di Sumsel berada di tengah-tengah. "Saat ini kami masih menunggu aturan PPN dari Menkeu. Jika sudah ditetapkan aturan itu oleh Menkeu, maka barulah aturan baku itu akan diserahkan kembali ke Menpera. Selanjutnya Menpera akan menyerahkan aturan itu ke bank pelaksana KPR untuk segera dilaksanakan,” terangnya. Dia menambahkan terhadap pemberlakuan harga baru ini ada beberapa indikator yang menyebabkan harga RSH layak untuk dinaikkan diantaranya adanya kebijakan Bank Indonesia mengenai Loan To Value (LTV), lahan yang terbatas, upah tukang yang tinggi, bahan material yang terus meningkat serta kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) dari Rp 1,3juta (2013) menjadi Rp 1,8juta (2014). “Kenaikan harga rumah yang dikhususkan bagi masyarakat menengah bawah (MBR) telah sesuai dengan realita dilapangan. Bahkan usulan kenaikan ini juga telah ditelaah petugas dari PU pusat dengan mempertimbangkan berbagai aspek,”terangnya lagi. Sementara itu, Sekretaris Eksekutif REI Sumsel, Abdul Rozak menambahkan kenaikan harga rumah murah ini harus disesuaikan dengan kondisi saat ini dengan tetap mempertimbangkan korelasi pendapatan per kapita. “Pasca kenaikan BBM tahun ini kini mulai dirasakan efeknya ke semua lini kehidupan. Ya, mulai dari faktor upah tukang, harga material, lokasi yang terbatas sehingga kalaupun ada harganya tinggi. Masak semua ditanggung pengembang,”kata Rozak. Dia memperkirakan kenaikan rumah MBR di Sumsel baru akan direalisasikan dalam Mei ini dan kenaikan rumah ini secara tidak langsung akan berdampak terhadap demand masyarakat akan perumahan. Sedangkan Direktur Utama PT Ripari Putra Pratama, Ipin menyatakan pihaknya menyambut positif adanya kenaikan harga rumah tersebut. Kendati belum naik, namun pihaknya masih memberlakukan harga lama. “Saat ini kami tengah emmbangun rumah RSH di Talang Kelapa dan Lahat Sumsel. Imbas dari kenaikan rumah itu pasti ada, paling menurunkan demand. Tapi kondisi itu biasanya akan bertahan hingga 6bulan ke depan pasca diberlakukannya harga baru. Setelah itu demand akan kembali stabil seperti biasanya,”katanya. (ove)
|