SUDIRMAN - Bank Indonesia dan Pemprov Sumsel merusmukan opsi kebijakan yang diperlukan untuk dapat mendorong peningkatan pembangunan ekonomi di Sumsel. Perumusan kebijakan tersebut dilakukan dalam Forum Koordinasi Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Regional yang diselenggarakan di aula Bank Indonesia wilayah VII Palembang, Selasa (3/6).
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Doddy Zulvero mengatakan, fotum ini menyimpulkan bahwa momentum pertumbuhan ekonomi Sumsel perlu dijaga ditengah tantangan yang semakin berat baik dari eksternal maupun domestik.
“Tantangan eksternal dari rentannya perbaikan ekonomi global. Sehingga berdampak pada kinerja ekspor nasional dan Sumsel. Sedangkan tantangan domestik berasal dari dampal El-Nino terhadap capaian produksi hasil perkebunan dan tanaman pangan, serta masih terbatasnya dukungan infrastrktur perekonomian Sumsel. Prospek produksi menghadapi tantangan ditengah kapasitas infrastruktur yang masih terbatas,” ujarnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, pada kuartal pertama 2014, angka pertumbuhan ekonomi sedikit melambat yakni sebesar 6,3 persen (year on year) jika dibandingkan triwulan tahun lalu 6,6 persen. “Ini dikarenakan melemahnya kinerja ekspor,” ucapnya.
Menurut Doddy, melemahnya kinerja ekspor, karena Sumsel masih menjual barang mentah yang belum diolah. “Sebagai contoh, karet dan sawit, yang diekspor adalah barang mentah, itu sangat rentan harganya di pasar luar negeri,” kata dia.
Oleh sebab itu, lanjut dia, diperlukan hilisasi barang mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Sebagai contoh, karet diolah menjadi ban, maka harganya fluktuatif.
“Agar industri hilirisasi berkembang, harus didukung infrastruktur dengan tata ruang yang sudah diatur dan birokrasi yang tidak rumit,” tegasnya.
Doddy menambahkan, sebagai daerah yang kaya sumber daya alam baik dari perkebunan dan tambang, Sumsel masih tertinggal. Hal tersebut dikarenakan Sumsel tidak mengelola barang mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.
Sementara itu, Kepala Bank Indonesia wilayah VII Palembang, Mirmansyah menuturkan, tantangan eksternal untuk meningkatkan perekonomian tidak bisa dikendalikan Bank Indonesia.
“Sebagai contoh harga karet rendah. Kita jangan hanya menjual dalam bentuk bahan mentah, tapi hilirisasi ekspor dalam bentuk lain. Kita harus ada terobosan yang lain,” bebernya.
Dia menambahkan, inflasi Sumsel pada Mei 2014 tercatat 5,11 persen (year on year) lebih rendah dari capaian nasional sebesar 7,32 persen (yera on year). Perkembangan positif ini dipengaruhi oleh harga komoditas pangan yang menurut akibat mulai masuknya masa panen di beberapa sentra porduksi dan terjaganya distribusi barang.
“Dukungan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dlaam menempuh kebijakan untuk meredam kenaikan harga juga berkontribusi pada terkendalinya dengan harga pangan. Peran aktif TPID Sumsel diakui secara nasional,” tandasnya. (ati)