A RIVAI – Sidang perkara dugaan korupsi dana bantuan sosial organisasi kemasyarakatan (Bansos Ormas) Pemkab OKU senilai Rp 3 miliar lebih, dengan terdakwa H Eddy Yusuf SH (mantan Wakil Gubernur Sumatera Selatan), dan Yulius Nawawi (Bupati Kabupaten OKU non aktif), sempat digelar di PN Klas IA Khusus Tipikor Palembang, Kamis (19/06).
Namun, persidangan dengan agenda pembacaan tuntutan tersebut, kembali ditunda, karena berkas penuntutan kedua terdakwa yang akan dibacakan JPU Yunita SH, Lili SH, dan Shanty SH, masih belum lengkap atau belum siap. Akhirnya, rencana sidang tuntutan, akan digelar Rabu (25/06). "Memang agendanya hari ini (kemarin,red) kami akan membacakan tuntutan terhadap terdakwa. Namun, karena berkas tuntutan belum siap, tuntutan ini tidak bisa kami bacakan. Yang jelas kita akan melengkapi hingga sudah siap akan segera kami bacakan di persidangan berikutnya," ujar JPU Yunita SH, ditemui usai sidang di PN Klas IA Khusus Tipikor Palembang, kemarin. Sementara itu, Ketua Majelis Hakim H Ade Komarudin SH, meminta JPU segera melengkapi materi tuntutan, agar dapat segera dibacakan, dan tak ditunda lagi, guna kelancaran persidangan. "Sidang untuk kedua terdakwa ini ditunda pada Rabu (25/6) nanti. Jadi begitu sudah siap akan kami minta, agar bisa dibaca secepatnya. Jangan sampai hal ini tertunda lagi karena hal yang sama," tegas Ade yang juga Ketua PN Palembang ini, sembari mengetuk palu sidang. Pantauan Palembang Pos, nampak terdakwa Eddy Yusuf dan Yulius Nawawi sejak pagi hari, didampingi penasehat hukum masing-masing, dan juga keluarga dari kedua terdakwa. Bahkan, selama persidangan, terdakwa juga terlihat tenang, dan sesekali tersenyum saat sidang sudah digelar. "Bapak (Eddy Yusuf,red) hari ini (kemarin,red) lagi kurang enak badan, dan sekarang lagi flu," terang salah seorang keluarga Eddy Yusuf yang tidak mau disebutkan namanya. Sekadar mengingatkan, dalam pemberitaan sebelumnya Eddy Yusuf, dan Yulius Nawawi, 19 Februari lalu resmi menjadi tahanan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel. Keduanya pun dititipkan di Rumah Tahanan (Rutan) Klas I A Pakjo Palembang. Penahanan dilakukan setelah penyidik Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumsel, menemukan bukti baru terkait korupsi dana Bansos Ormas OKU tahun 2008. Hasil penyelidikan, terdapat tanda tangan Wakil Bupati (Yulius Nawawi)--kini Bupati OKU non aktif--pada proposal sebanyak 28 item. Nilainya sekitar Rp 2 miliar. Sementara untuk Bupati OKU (Eddy Yusuf)--sekarang mantan Wakil Gubernur Sumsel--sebanyak 17 item proposal senilai sekitar Rp 1 miliar. Lantaran itu, status Eddy Yusuf maupun Yulius Nawawi sudah ditingkatkan menjadi tersangka, hingga menjalani persidangan sebagai terdakwa.
#2 Perkara Korupsi SP3 Karena tak cukup bukti selama penyelidikan, dua perkara korupsi yang ditangani pihak Kejati Sumsel, sejak 30 Mei 2013 hingga 12 Juni 2014, dihentikan oleh penyidik Kejati Sumsel. Kedua perkara yang sudah dikeluarkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) tersebut, yakni dugaan korupsi pengadaan CT Scan di RSUD BARI, dan Pengambilan asset PT Bukit Asam (persero) oleh PT Andalas Bara Sejahtera (ABS). "Hasil ekspose kasus, temuan alat-alat bukti serta supervisi dengan pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, tidak ditemukan adanya bukti-bukti kalau pengambilan aset oleh PT ABS masuk ranah korupsi, tapi pada mineral dan batubara. Namun demikian, dari hasil supervisi tadi ditemukan hasil kerugian negara, sehingga diusulkan untuk masuk ke ranah Perdata dan Peradilan Tata Usaha Negara (Datun)," ungkap Kepala Kejati (Kajati) Sumsel Ajimbar SH, melalui Aspidsus M Irdham SH, yang ditemui di ruang kerjanya, Kamis (19/6). Disamping itu, kata pria asli Sumatera Barat (Sumbar) yang saat ini dipromosikan sebagai koordinator Jaksa bidang Tindak Pidana Umum (Pidum) Kejagung RI ini, saat dilakukan perhitungan oleh tim di lapangan, ditemukan kerugian Rp 40 miliar dari hasil eksplorasi. "Pada saat itu, kami ke lapangan dan lahan dari aset yang diambil oleh PT ABS saat itu belum termasuk aset dari PT BA. Ini berarti, lahan tersebut merupakan milik negara. Namun demikian, karena ada kerugian yang ditimbulkan, kami diarahkan oleh Kejagung RI untuk bisa masuk ranah Datun," bebernya. Dari hasil pemeriksaan awal, kasus ini melibatkan dua tersangka, yakni Efrijal Chaniago menjabat sebagai Kepala Teknik Tambang dari PT Andalas Bara Sejahtera, dan Hendri Syaiful sebagai kontraktor, dan Komisaris, serta Direktur dari PT ABS. "Secara otomatis, kedua tersangka ini mengikuti prosedur sesuai dengan hasil pemeriksaan," tegasnya didampingi Ketua Tim Jaksa penyidik kasus Pengambilan Aset, didampingi Ketua Tim Jaksa penyidik kasus Pengambilan Aset PT BA. Selain itu, untuk perkara pengadaan CT Scan di RSUD BARI yang menyeret tiga tersangka, yakni Makiani, direktur RSUD BARI, Sujito Jahri (pemenang tender dan pelaksana kegiatan atau owner CV Bintang Perkasa Medika), dan Meli Andriani (ketua panitia pengadaan), dengan total anggaran sebesar Rp 12 miliar, juga disetop oleh Kejati Sumsel. "Dari dugaan mark up dalam pengadaan CT Scan atau selisih harga dari CT Scan yang dibeli tidak ada perbedaan. Dan sebelum ini juga, kami sudah lakukan pemanggilan ahli LKPP, Elektromedika, untuk pemeriksaan alat bukti, surat dan para ahli tadi, tidak ditemukan unsur melawan hukum dan barang bukti juga kurang," bebernya. Menurutnya, hasil uji spesifikasi alat-alat yang dipesan tersebut sudah sesuai dengan yang dianggarkan. Dan hasil dari ahli LKPP, harga perkiraan sendiri (HPS) untuk pengadaan CT Scan sudah dijalankan. Bahkan, harga mahal saat pengadaan CT Scan yang awalnya diduga mark up, setelah dikoordinasikan dengan pihak Bea Cukai tidak ada masalah. "Setelah koordinasi dengan bea cukai, ini sudah sesuai dengan PIB. Dimana dari harga sekitar Rp 3,5 miliar dari alat yang dibeli dari total harga sebesar Rp 5,9 miliar masih bisa dimaklumi. Bahkan total anggaran juga sudah sesuai. Ini juga termasuk untuk perawatan dan ditambah membeli peralatan medis untuk mendukung kinerja CT Scan yang dibeli. Dan hasil pemeriksaan dan penyelidikan yang telah dilakukan oleh pihak Kejati Sumsel, tidak ada kerugian negara dan juga perbuatan melawan hukum tidak ditemukan," tukasnya. (vot)
|