Terkait Tapal Batas Palembang-Muara Enim
PALEMBANG – Persoalan tapal batas antara wilayah Palembang dan Kabupaten Muara Enim yang bergulir sejak 2012, kembali dipermasalahkan.Dimana persoalan perizinan Dermaga Batubara milik PT Rantai Mulia Kencana (RMT), hingga saat ini belum juga menemukan titik penyelesaian. Kepala Badan Agraria dan Batas Wilayah Pemkot Palembang, Fahmi Fadhilah saat dibincangi di ruang kerjanya menjelaskan, batas antara Palembang dan Muara enim sudah diatur dalam PP Nomor 23/1988, namun pada 1998 ada kesepekatan antara kedua pihak terkait perbatasan wilayah dengan pembuatan tanda tapal batas sebanyak 12 tanda. “Memang pada tahun 1998 itu ada kesepakatan antara Pemkot Palembang dan Kabupaten Muara enim soal pembagian wilayah, namun secara hukum itu tidak jelas dasar hukumnya apa dan kesepakatan ini juga cenderung merugikan kota Palembang dari letak luas wilayah,” ungkapnya. Selain itu terkait lokasi dermaga batubara milik PT RMT itu sendiri lanjutnya, sudah sesuai dengan aturan dan prosedur administrasi karena lokasi dermaga berada di patok 8-9 kelurahan keramasan kertapati. “Awalnya ketika perizinan PT RMT ini tahun 2012 lalu tidak ada kendala, namun setelah berjalan dermaga ini, pemkab muara enim merasa kawasan tersebut sudah masuk wilayah kabupaten muara enim berdasarkan surat kesepakatan tahun 1998 itu, dan mengajukan tuntutan kepada gubernur Sumsel,” terangnya. Dijelaskan Fahmi, setelah pengajuan tersebut kemudian Gubernur melakukan mediasi antara pemkot Palembang dan pemkab muara enim yang juga dilakukan pengecekan tapal batas secara bersama baik dari BPN, Pemprov, Pemkot, dan Tofografi Kodam II Sriwijaya. “Berdasarkan hasil itu, maka keluarlah SK Gubernur nomor 136/2867/I/2013 yang menyatakan bahwa PT RMK ini masuk di wilayah kota Palembang, namun pihak pemkab muara enim masih belum puas hingga mengajukan gugatan ke PTUN, tapi kami sudah siap dengan segala berkas, dokumen, dan data pendukung lain,” pungkasnya. (cr10)
|