SELAMA ini kita tahu kalau Palembang adalah kota yang bersih dan rapi. Bahkan kota pempek ini telah menyabet banyak penghargaan untuk kategori kebersihan. Tetapi siapa yang menyangka, kalau dibalik kebersihan Kota Palembang, ada warga yang masih mengalami penderitaan sepanjang tahun akibat pengelolaan
sampah warga yang tidak benar. Warga sekitar TPA Sukawainatan mengatakan, sudah setahun terakhir mereka harus menggunakan air sungai yang bercampur limbah cair dari tumpukan sampah masyarakat se Kota Palembang. ”Warga disini tidak ada yang mempunyai sumur. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kami hanya mengandalkan air sungai dan air kolam yang ada disekitar rumah. Karena tanggul limbah cair dari TPA dibocori, maka secara otomatis air yang berwarna hitam pekat dan berbau busuk itu mengalir ke sungai dan menyerap ke kolam-kolam warga,” ujar warga yang enggan disebut namanya. Karena air kolam merupakan satu-satunya sumber air yang ada, maka air yang tidak sehat itu tetap digunakan untuk mandi, cuci dan kakus (MCK). Akibatnya, warga disekitar TPA banyak yang terkena sakit kulit. Yang lebih parahnya lagi, selain disuguhkan dengan limba cair yang busuk, sejak dua pekan terakhir warga sekitar juga harus harus menghirup asap yang busuk dari bakaran sampah. ”Kami sudah benar-benar menderita. Dimana air kami dicemari dengan limbah cair, sejak dua minggu terakhir udara kami juga dicemari dengan pembakaran sampah. Bahkan, pada siang hari udara disekitar sini jadi berkabut oleh banyaknya asap pembakaran, dan warga juga sudah banyak yang terkena penyakit pernafasan,” ungkapnya. Terkait masalah ini, warga sekitar telah melapor ke kelurahan maupun DKK, namun laporan warga itu tidak mendapat tanggapan, terbukti dengan masih berlangsungnya pembakaran dan pembuangan limbah cair disekitar lokasi. “Selain melapor kami juga sempat melakukan demo. Setelah itu suara kami baru didengar, dan mereka menutup tanggul pembuangan limbah cair, tetapi penutupan itu tidak berlangsung lama, karena setelahnya tanggul kembali dibuka sampai sekarang,” katanya. Disinggung soal status kepemilikan lahan, warga tersebut menyebutkan, kalau lahan-lahan yang ditempati warga saat ini adalah milik pribadi dan bukan milik pemerintah maupun DKK. Untuk itu, warga minta pemerintah segera menyelesaikan masalah ini. (del)
|