BATU akik saat ini menjadi trend. Dimana ada perkumpulan orang, kawasan santai, tempat nongkrong, di rumah maupun kantor, baik pria maupun wanita tak ketinggalan membicarakan batu akik disela-sela obrolan mereka. Trend batu akik, tak hanya menyeret orang menjadi hobi dan kagum semata tetapi juga bisa mempengaruhi pola fikir dan perilaku manusia.
Lihat saja, fenomena batu akik yang awalnya hanya sebagai pemanis jari dengan hobi, mengagumi hingga bergeser menjadi penilai dan menjadikan batu akik sebagai pegangan dengan pandangan tertentu terhadap batu akik tersebut, hingga tak jarang cenderung terjadi pergeseran nilai dengan meyakini bahwa batu tersebut mempunyai isi atau kelebihan yang bisa berdampak pada kehidupan pemiliknya.
Perilaku dan pandangan tersebut, kini sudah mulai terjadi. Bahkan belum lama ini, terjadi bantrok antar warga di salah satu kabupaten di Provinsi Aceh lantaran memperebutkan penemuan batu giok yang ditaksir bernilai puluhan miliar rupiah.
Sebelumnya, sejumlah petani di pulau Jawa yang sengaja tidak memfungsikan sawahnya untuk ditanami padi karena menjadi sawahnya untuk dikeruk mencari batu akik.
Sudah bukan rahasia umum lagi kalau Ogan Komering Ulu (OKU) merupakan salah satu kabupaten penghasil batu akik berkualitas di Indonesia.
Warga yang memiliki lahan tidur terutama di Kecamatan Lengkiti, berlomba-lomba untuk menyewakan lahannya untuk digali. Sekali menyewa plus penggalian untuk kedalaman 10 meter dengan tarif Rp 10 juta.
“Bahkan pernah ada yang menyewa sehektar lahan sampai Rp 250 juta, hanya untuk mencari batu spirtus. Namun, namanya menggali terkadang tidak semua yang dapat hasil. Ya otomatis rugi sudah keluar uang untuk sewa lahan,” kata Herman, salah seorang warga disana.
Karena itu, lanjut dia, ada fenomena baru di kalangan masyarakat sebelum menggali batu akik. Mereka memakai jasa pawang khusus, untuk mendeteksi apakah lahan tersebut ada batu khususnya spirtus atau tidak.
“Banyak yang sudah memakai jasa pawang. Dulunya, pawang ini adalah pawang untuk mencari mata air sumur. Tapi, sekarang beralih profesi pawang untuk mencari batu spirtus, karena upahnya lumayan sekitar Rp 2 juta pertitik,” paparnya.
Herman menambahkan, saat ini aktifitas penggalian ini sudah lebih tertib. Wargapun yang sudah menggali kembali menutup lahannya sehingga kerusakan tanah akibat penggalian tidak terlihat.
Terpisah, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) OKU, Ir Nasir Yazid MT, belum lama ini mengatakan, pihaknya belum memiliki data soal jumlah penambang maupun lahan yang berpotensi memiliki batu akik. “Yang jelas setahu kita, untuk lokasi tambang batu di OKU ada di Talang Ogan Kecamatan Lengkiti," kata dia.
Menurut Nasir, batu jenis spirtus asal Baturaja masuk kategori kalsedon. Dirinya mengaku, bahwa pihaknya juga sempat berdiskusi soal batu spirtus tersebut. Hasilnya kata dia, di tempat lain juga ada batu sejenis. "Jadi kami juga mencari referensi dan ternyata di tempat lain juga ada (batu spirtus maksudnya)," jelas Nasir.
Masih kata Nasir, bahwa Kabupaten OKU ini belum bisa diklasifikasikan daerah bagus untuk tambang bebatuan. Pasalnya, OKU ini adalah daerah patahan aktif. "Jadi klasifikasi batu kita berjenis napal. Cuma ada tiga galian jenis bagi, yakni beku, metamorfosis dan sedimen," terangnya.
Ia pun kembali menguraikan, di tambang batuan ini ada tiga hal yang mereka amati diantaranya kekerasan dan kejernihan. "Nah, untuk batu jenis spirtus ini, tingkat kekerasannya 6 - 7 saja. Artinya masih dibawah topaz," tandas dia.
Sementara pantauan di lapangan, meskipun saat ini yang hobi mencari batu akik semakin banyak, namun belum ada warga OKU yang mengubah lahan perkebunannya untuk dijadikan tambang batu. "Belum ado yang pecak di Jawo itu. Paling di sini petani karet beralih profesi jadi penjual batu. Itupun tak mengganggu lahannya, sebab lokasi tambang batu di OKU ini sudah ada tempat khusus," kata Dayat (32) warga Lengkiti.
Menurut dia, omzet menjual batu akik sekarang ini sangat menggiurkan, apalagi kalau menjualnya ke Pulau Jawa. "Kalau di OKU harga batu akik kualitas biasa dipatok Rp200 ribu perkarung isi 20 kilogram. Sementara di Jawa bisa laku sampai Rp500 ribu perkarung. Sementara untuk batu super jenis spritus paling murah Rp2 juta perbiji. Bahkan ada yang tembus Rp50 juta perbiji," ungkapnya.
Kondisi itu kata dia, secara otomatis membuat warga OKU yang sebagian besar berprofesi sebagai petani karet berlomba-lomba meninggalkan kebunnya. Sebab saat ini harga getah karet sangat murah, yakni hanya Rp5 ribu perkg. (len/rob)