CILACAP - Tiga terpidana mati kasus narkoba yang akan ditembak mati, sudah tiba di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, kemarin (04/3). Ketiga terpidana mati itu adalah dua anggota kelompok "Bali Nine", Andrew Chan, dan Myuran Sukumaran, yang berkewarganegaraan Australia, dan Raheem Agbaje Salami, warga negara Nigeria.
Dua terpidana mati anggota "Bali Nine" dipindahkan dari Lapas Kerobokan, ke Pulau Nusakambangan menggunakan jalur udara melalui Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali, menuju Bandara Tunggul Wulung, Cilacap. Mereka diangkut menggunakan pesawat sewa Wings Air dengan nomor penerbangan ATR-72-600 PK-WGO, diringi pengawalan dua pesawat Sukhoi, dan dua pesawat F-16. Pesawat mereka tiba di Bandara Tunggul Wulung, pada pukul 08.14 WIB. Setelah diturunkan dari pesawat, kedua terpidana mati itu dinaikkan ke dua kendaraan Baracuda milik Brigade Mobil Polda Jawa Tengah, dengan kondisi tangan dan kaki dirantai, tanpa penutup kepala. Regu pembawa dua terpidana mati itu meninggalkan Bandara Tunggul Wulung, pukul 08.20 WIB, menuju Dermaga Wijayapura dengan pengawalan personel Polres Cilacap, dan Brimob Polda Jateng. Setibanya di Dermaga Wijayapura pukul 08.40 WIB, dua kendaraan Baracuda pengangkut kedua terpidana mati itu segera naik ke kapal roro Pengayoman IV, dan selanjutnya diseberangkan menuju Dermaga Sodong di Pulau Nusakambangan pada pukul 08.50 WIB. Sedangkan, terpidana mati Raheem Agbaje Salami dipindahkan dari Lapas Madiun, Jawa Timur, ke Nusakambangan, melalui jalur darat. Raheem diangkut menggunakan minibus Elf dengan pengawalan dari personel Polda Jatim, dan tiba di Dermaga Wijayapura pukul 09.09 WIB. Kendaraan pengangkut terpidana mati itu langsung naik ke kapal roro Pengayoman IV, yang sebelumnya menyeberangkan dua terpidana mati anggota "Bali Nine". Mobil pembawa terpidana mati warga negara Nigeria itu diseberangkan menuju Dermaga Sodong di Pulau Nusakambangan, pada pukul 09.11 WIB. Ketiga terpidana mati itu dikabarkan akan langsung menempati ruang isolasi di Lapas Besi, Pulau Nusakambangan, sebelum dieksekusi. Jika melihat pada daftar nama terpidana mati kasus narkoba yang akan dieksekusi dirilis Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu, hingga saat ini masih ada satu terpidana mati yang belum dipindahkan ke Nusakambangan, yakni Mary Jane Fiesta Veloso (warga negara Filipina), yang mendekam di Lapas Wirogunan, Yogyakarta. Dan enam terpidana mati lainnya dalam kasus narkoba yang telah berada di Nusakambangan adalah Zainal Abidin (Palembang, Indonesia), Serge Areski Atlaoui (Perancis), Rodrigo Gularte (Brasil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), Martin Anderson alias Belo (Ghana), dan Okwudili Oyatanze (Nigeria).
MUI: Pemerintah Jangan Ragu Di sisi lain, Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta pemerintah tidak lagi ragu, untuk menghukum mati bandar narkoba, karena mereka telah merusak bangsa. "Kalau memang sudah ditetapkan seperti itu (hukuman mati) ya, harus tetap dihukum mati," ujar Wakil Ketua MUI KH Maruf Amin, di Jakarta, Selasa (03/03). Ia menilai pemerintah tak perlu bimbang, karena banyaknya tekanan dari negara lain. Menurut dia, bandar narkoba harus dihukum mati agar mereka jera. "Narkoba menimbulkan ketergantungan serta merusak tubuh secara serius. Narkoba merusak saraf, otak, hati, dan merusak moral dan sosial masyarakat. Oleh karena itu bandar maupun pengedarnya harus dihukum mati," tegas dia. Hukuman mati bagi bandar dan pengedar narkoba, juga sesuai dengan fatwa MUI. "MUI menghimbau pemerintah untuk tidak ragu melaksanakan hukum mati," imbuh dia. Dua warga negara Australia, anggota sindikat "Bali Nine" Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, saat ini sedang menunggu eksekusi mati. Australia maupun PBB telah meminta pemerintah untuk membatalkan eksekusi tersebut. #Koin Untuk Abbot Over Target Sementara itu, hukuman mati bagi gembong-gembong narkoba mendapat dukungan luar biasa dari masyarakat Lubuklinggau. Terbukti, aksi penggalangan 10 ribu koin untuk Perdana Menteri (PM) Autralia Tony Abbot, mendapat sambutan luar biasa. Bahkan aksi yang dilakukan sejumlah elemen pemuda dan pelajar di Bumi Sebiduk Semare tersebut, telah melampaui target. Dari 10 ribu koin untuk waktu sepekan, ternyata hanya dalam waktu 3 hari koin yang terkumpul sudah mencapai 16.200 koin. Hal itu diakui Koordinator aksi Fradez, kepada wartawan. Meski koin yang dikumpulkan sudah over target, dikatakan Fradez, pihaknya akan tetap melanjutkan aksi itu. “Aksi penggalangan pengumpulan koin tetap lanjut sampai sebanyak mungkin koin, dan ada kemungkinan target ditambah 20 ribu koin,” kata Fradez. Salah seorang pelajar SD, Tsabitah (9), dengan semangat mengatakan bahwa dia ikhlas mengumpulkan koin untuk mendukung hukuman mati terhadap gembong narkoba yang merusak generasi muda. “Tadi kami mengumpulkan koin untuk mendukung hukuman mati warga Autralia yang memasukkan narkoba ke Indonesia,” ujar Bocah SD ini dengan semangat yang menggebu-gebu. Dikatakan Bocah kelas 3 SD ini, dia merelakan uang recehnya dikumpulkan, karena tidak ingin menjadi korban penyalahgunaan narkoba. “Kata mama, narkoba itu berbahaya dan dapat merusak masa depan penggunanya.Sebab pengguna narkoba tidak bisa menggunakan akal sehatnya, apalagi membuat prestasi di sekolah,” jelasnya. Senada dikatakan Rifaat, Warga RT 9, Kelurahan Cereme Taba, Kecamatan Lubuklinggau Timur II, yang juga selaku orang tua dari Ahmad Marcel, bocah SD kelas 1, mengaku mendukung pengumpulan koin untuk Australia. “Saya dukung, kapan lagi anak saya sebagai generasi penerus bangsa membela tanah air dengan mengumpulkan koin,” katanya. Seperti diberitakan sebelumnya, muka Perdana Menteri (PM) Autralia Tony Abbot, dilempari pelajar di Lubuklinggau dengan koin bantuan. Retorika pelemparan koin ke muka perdana menteri negeri kanguru itu, dilakukan sebagai bentuk protes kepada pemerintah Autralia yang tidak bisa menghormati hukum negara lain (Indonesia). Selain itu, ratusan pelajar SMP dan SMA di Lubuklinggau ini, juga menggelar aksi pengumpulan 10.000 koin untuk menggantikan bantuan pemerintah Australia untuk korban Tsunami Aceh, yang diungkit-ungkit PM Australi itu. (net/yat/jpnn)
|