PALEMBANG - Jelang Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dibawah naungan Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang akan dibekali dengan teknologi. Hal ini ditegaskan Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Disperindagkop), Syahrul Hepni melalui Kabid Pembinaan UMKM Yusni handayani, saat dihubungi Sabtu (7/3). “Dengan adanya pembekalan teknologi dan informasi, (IT) pelaku UMKM tidak lagi terkejut menghadapi MEA, karena MEA tidak terlepas dari teknologi terutama untuk menyebarluaskan pangsa pasar," tandasnya. Dia menambahkkan, dengan teknologi ini, pihaknya dapat memanfaatkan dalam meningkatkan kualitas mutu produk dari UMKM itu sendiri, seperti pengemasan dan lain sebagainya agar lebih standar nasional. “Belum lama ini sedkitnya ada 80 pelaku UMKM yang kami bina di bidang pemasaran dengan cara memanfaatkan teknologi,” jelasnya. Pelaku UMKM di Palembang kata Yusni, dinilai masih minim akan teknologi, pasalnya pelaku UMKM tersebut didominasi lulusan dari SMA. Selain itu, upaya lainya dengan merangkul sejumlah pihak swasta untuk membina UMKM ini, seperti dari perbankkan, BUMN dan BUMD. “Lalu sebagai upaya membantu memperkenalkan produk UMKM local Palembang, kami selalu mengikutsertakan mereak dalam setaip kesempatan pameran di kota-kota lain,” tambahnya. Namun begitu Yusni mengatakan, pertumbuhan UMKM sejauh ini masih menunjukkan grafik yang cukup terbilang lambat. Dengan rata-rata pertumbuhan 3,66 persen setiap tahunya. “Dimana kini jumlah UMKM yang ada sebanyak 32.706 usaha, dan telah berhasil menyerap 131.131 tenaga kerja. Dimana untuk penyebaranya sendiri paling banyak berada di Kecamatan Ilir Timur I dengan 5.052 pelaku UMKM. Kemudian dilanjutkan Sukarame 4.415 UMKM,”ucapnya. Mayoritas UMKM tersebut lanjut Yusni bergerak di bidang kerajinan hingga kuliner. Dilanjutkanya, jumlah 3,66 persen tersebut cukup tinggi. Pasalnya, untuk menghidupkan UMKM bukan hal yang mudah sebab banyak kelemahan UMKM yang harus selesaikan secara terencana, sistematis dan menyeluruh baik tataran mikro maupun makro. “Misalnya, kurangnya akses permodalan dan kredit, kurangnya alih teknologi, minimnya desain dan standarisasi produk dan juga kurangnya akses pemasaran,” pungkasnya .(rob)
|