PANGKALAN BALAI - Dua pejabat dinas tenaga kerja dan transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Banyuasin, diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Jakarta, beberapa hari lalu. Kedua pejabat itu dimintai keterangan sebagai saksi, terkait kasus Pembangunan Kawasan Transmigrasi Kemenakertrans (P2KTrans), dengan tersangka
Ir H Jamaluddin Malik MM. Kedua pejabat diperiksa itu, Yos Karimuddin selaku Kadisnakertrans, dan Iskandar DM sebagai staf ahli bidang Pemerintahan Setda Banyuasin, yang juga mantan Kadisnakertrans Banyuasin. "Kita dipanggil KPK karena kasus yang menyeret tersangka Ir H Jamaluddin Malik MM, Dirjen P2KTrans. Makanya kita penuhi panggilan KPK beberapa waktu lalu (Selasa, 03 Maret 2015,red)," kata Yos Karimuddin, ditemui ruang kerjanya, Rabu (11/3). Dalam pemeriksaan berlangsung sekitar 4 jam itu, dirinya menyebut proyek itu dikerjakan tahun 2014 lalu, dan pihaknya hanya memberikan keterangan terkait kasus itu. ‘’Dan KPK menanyakan apakah ada saya menyuap untuk melancarkan proyek itu. Lalu saya jawab tidak ada, karena uang dari mana saya dapati untuk menyuap tersangka,” tegasnya. Selanjutnya, dirinya juga ditanyakan soal perjalanan proyek itu, dan dijawab baru menjabat Kadisnakertrans tanggal 29 Januari 2014, sementara saat itu proyek sudah diusulkan Kadisnakertrans sebelumnya. "Proyek itu mulai diusulkan 5 Desember 2013 lalu, jadi saya tidak tahu proses pengusulannya. Saya menjabat anggarannya sudah ada, lalu saya kerjakan proyek hingga selesai,” bebernya. ‘’Yang dipermasalahkan KPK saat ini suap saat pengusulan proyek P2KTrans, terkait pemaksaan penyetoran uang kepada tersangka," katanya lagi. Terpisah, Staf Ahli Bidang Pemerintahan Setda Banyuasin, yang juga mantan Kadisnakertran Banyuasin Iskandar DM, membenarkan dirinya pun diperiksa KPK selama 4 jam, sebagai saksi dalam kasus tersebut. "Saya juga turut diperiksa dalam kasus yang sama, karena seluruh daerah yang mendapatkan proyek itu sama-sama diminta keterangan keterkaitan penyetoran uang dalam melancarkan proyek P2KTrans itu. Saya tidak merasa memberi uang (suap,red) kepada tersangka dalam kasus ini," katanya, ditemui kemarin (11/3). Padahal, penyetoran uang untuk proyek ini tidak ada sama sekali. Meskipun tidak menyetorkan uang, ternyata proyek itu tetap dapat dari Kemenakertrans RI. "Setelah kasus ini terungkap, ternyata tersangka Jamaluddin Malik hanya memanfaatkan program ini, untuk mencari keuntungan pribadi semata," pungkasnya. Sebelumnya, KPK menetapkan Direktur Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (Dirjen P2KT) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jamaluddien Malik, sebagai tersangka sejak 12 Februari 2015. Ia diduga telah melakukan pemerasan terkait kegiatan dana tugas Kemenakertrans tahun anggaran 2013-2014 dan dana tugas pembantuan anggaran 2014. Dia diduga melakukan pemerasan untuk memperkaya diri sendiri dengan menyalahgunakan wewenang, dan memaksa seseorang membayar sesuatu dengan potongan. "Modusnya adalah pemerasan, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, menerima bayaran, terkait kegiatan tahun anggaran 2013-2014, dan dana tugas pembantuan tahun anggaran 2014," ujar Priharsa. Atas perbuatannya itu, dia disangka telah melanggar Pasal 12 huruf e, huruf f, Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Juncto Pasal 421, Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
#Tak Ada Perlakuan Istimewa Sementara itu, Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas IIA Lubuklinggau M Musnani, memastikan tidak akan ada perlakukan istimewa bagi rekanan Dinas Pendidikan (Disdik) berinisial YH, tersangka kasus korupsi dugaan markup harga alat multi media untuk SMA/SMK di Lubuklinggau, senilai Rp 1,8 miliar dari APBD 2014. Sebaliknya YH disatukan dengan tahanan titipan Kejari lainnya. “Tidak akan ada perlakukan istimewa untuk setiap tahanan, kecuali tahanan itu sedang sakit atau mengidap penyakit menular,” tegas Musnani, kepada Palembang Pos, kemarin (11/03). Kendati begitu, Musnani enggan menjelaskan secara rinci, nomor kamar dan jumlah tahanan yang satu kamar dengan YH. Senada dikatakan Kuasa hukum YH, advokat Feri FY. Menurutnya kliennya itu tidak mendapatkan perlakuan istimewa atau diskriminasi dari pihak lapas. Bahkan YH mendapat perlakukan yang sama dengan tahanan lain dalam kasus yang berbeda. “YH satu kamar dengan 17 tahanan yang lain, artinya satu kamar itu 18 orang,” ujar Feri. Mengenai upaya hukum yang akan dilakukan untuk kliennya itu, dikatakan Feri, pihaknya bakal mengajukan penangguhan. Karena bagaimanapun juga, kliennya cukup kooperatif dan tidak mungkin menghilangkan Barang Bukti (BB) ataupun melarikan diri. “Kalau kejaksaan mengatakan klien aku tidak kooperatif salah, karena setelah dikonfirmasi ternyata beberapa kali surat panggilan disampaikan ke klien aku, tidak pernah sampai,” kata Feri. Sebaliknya, kata Feri, panggilan yang sampai kepada kliennya hanya sekali, yaitu surat panggilan dititipkan melalui dirinya. “Sekali saja surat panggilannya dititipkan ke aku, dia hadir,” ujar Feri. Namun ada nada kecewa yang disampaikan Feri, karena kliennya langsung dilakukan penahanan. Diapun seakan sulit menerima jika domisili dijadikan alasan penyidik untuk melakukan penahanan. “Pada prinsifnya aku sebagai kuasa hukumnya menjamin dia akan tetap kooperatif, dan tidak akan menghambat proses penyidikan,” kata Feri. Kendati demikian, lanjut Feri, sebagai kuasa hukum YH, dirinya tetap menghormati kewenganan dari penyidik. Tetapi dia juga akan tetap melakukan upaya hukum untuk menjamin hak-hak kliennya. Termasuk mengajukan permohonan penangguhan tahanan. “Tetapi sekarang Kajarinya sedang ke Jakarta, jadi surat pengajuan penahanannya belum dimasukkan. Karena untuk apa dimasukan sekarang kalau tidak diproses, jadi nanti saja setelah Kajari kembali ke Lubuklinggau,” jelas Feri. Seperti diberitakan sebelumnya, Kejari Lubuklinggau terus mengusut dugaan korupsi berupa markup harga alat multi media untuk SMA/SMK, di Dinas Pendidikan (Disdik) Lubuklinggau, senilai Rp 1,8 miliar dari APBD 2014. Malah rekanan yang menjadi salah satu dari tiga tersangka, berinisial YH, selaku Direktur Batara Panca Mutiara, Selasa (10/3), sekitar pukul 17.00 WIB, resmi menjadi tahanan Kejari Lubuklinggau. Hal itu diakui Kajari, melalui Kasi Intel Wilman Ernaldy, dihubungi, kemarin (10/3). (far/yat)
|