KAYUAGUNG – Terdakwa Kasus dugaan penggelapan dan penipuan yang juga Ketua DPRD OI Ahmad Yani, mengaku telah menjadi korban kelicikan dari sekelompok orang, yang mencoba menjatuhkan dirinya. Oleh sebab itu, terdakwa meminta kepada Majelis Hakim agar dibebaskan dari segala tuntutan JPU yang menuntutnya 3 tahun penjara, dan menjalani penahanan. Itu disampaikan terdakwa dihadapan Majelis hakim diketuai Dominggus Silaban, dengan hakim anggota H Jeily S SH, dan Irma H Nasution, pada sidang lanjutan kasus penipuan terhadap korban Alex, dengan kerugian mencapai Rp 1,4 Miliar, di PN Kayuagung, kemarin (12/3). Terdakwa A Yani diberi kesempatan langsung oleh Majelis hakim untuk membacakan pembelaan (Pledoi) atas tuntutan JPU Andi Arief dan Sholahudin itu menceritakan, semenjak bergulirnya kasus ini, sangat mempengaruhi kehidupan sosial keluarga besarnya. Banyak yang berpendapat negatif terhadap dirinya diluar, ini tentu mempengaruhi perkembangan anak-anaknya. Menurut A Yani, dirinya hanya sebagai korban fitnah dan persekongkolan jahat. Tuntutan JPU menurutnya tidak memenuhi unsur-unsur keadilan. "Tuntutan JPU mengabaikan fakta-fakta persidangan. Saya difitnah, saya tidak pernah memanfaatkan jabatan saya untuk memberikan janji, iming-iming dan yang lainnya untuk menipu orang lain. Saya tidak pernah menerima uang sepeserpun seperti yang dituduhkan saksi Alex terhadap saya," jelasnya. Atas rekayasa yang menjatuhkanya ini, menurut A Yani, termasuk pembunuhan karakter, bahkan berakibat pada eksistensinya sebagai wakil rakyat. "Akibat kasus ini juga, saya telah di nonaktifkan sebagai Ketua DPD Partai Golongan Karya (Golkar) Kabupaten OI, dan nama baik saya telah dicemarkan ditengah-tengah masyarakat. Padahal dalam fakta persidangan tidak ada yang membuktikan jika saya telah melakukan penipuan. Makanya, saya minta majelis hakim membebaskan saya dari tuntutan JPU," imbuhnya. Sementara kuasa hukumnya advokat Iswadi idris, Sutrisno dan Andri susano, meminta agar putusan majelis hakim tidak mengecewakan semua pihak. Putusan yang diambil sesuai dengan asas keadilan dengan melihat fakta-fakta persidangan. "Dalam fakta persidangan, berkas penyidik yang memproses terdakwa adalah cacat hukum, karena banyak kejanggalan didalamnya. Bahkan ada keterangan beberapa saksi yang kopi paste," kata tim pengacara. Menurut Tim kuasa Hukum terdakwan tuntutan JPU itu kabur, karena tidak ada fakta membuktikan terdakwa miminta uang secara langsung kepada Alex. Sementara saksi Alex menyerahkan uang itu pada saksi Tarni. "Seharusnya Tarni yang jadi terdakwa, bukan klien kami. Karena yang menyampaikan permintaan sejumlah uang hingga Rp 1,4 miliar itu saksi Tarni, sementara korban langsung menyetujui tanpa konfirmasi atau menghubungi langsung klien kami," jelasnya. Sementara itu Ketua Majelis Hakim Dominggus Silaban, setelah mendengarkan pembelaan terdakwa dan kuasa hukumnya mengatakan, sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan jawab JPU (replik), akan digelar Kamis (19/3). "Sidang kita lanjutkan lagi dengan agenda mendengarkan jawaban jaksa atas pembelaan terdakwa," kata Hakim Dominggus langsung mengetok palu menutup persidangan. (jem)
|