SUNGSANG merupakan sebuah desa yang ada di Kecamatan Banyuasin II. Desa yang berada dipinggiran Sungai Musi dan bermuara ke Selat Bangka tersebut, merupakan wilayah yang berbatasan dengan Hutan Mangrove. Wajar, jika di Desa Sungsang, sering terlihat babi hutan yang berkeliaran di pemukiman penduduk. Bagi pendatang, tentu akan dikejutkan dengan keberadaan babi yang bergerombol melintas di tengah-tengah masyarakat. Tidak ada rasa takut dari babi tersebut, juga bagi warga setempat di Desa Sungsang I Kecamatan Banyuasin II. Sepertinya, ada sinergi yang tidak bisa dilepaskan dari keberadaan babi hutan dan masyarakat di desa ini. Seolah-olah, tidak ada rasa canggung dan rasa takut untuk keduanya berbaur. Babi hutan ini muncul dari dalam hutan dan memburu sisa makanan dari dapur masyarakat. Masyarakatpun, cuek seakan menganggap babi ini seperti kucing saja. ternyata masyarakat, takut untuk mengganggu keberadaan babi ini, bahkan untuk memburu, membunuh, menjual ataupun memakannya. Memang, masyarakat enggan mengkonsumsi daging binatang yang gemar dengan lumpur, karena masyarakat di Sungsang I adalah muslim yang mengharamkan konsumsi babi. Namun, bagaimana dengan masyarakat non muslim. Mereka sama sekali, tidak ingin mengganggu babi tersebut, karena mitos mistis yang sangat mereka takuti. Mitos yang dianggap benar oleh masyarakat tersebut, membuat tidak ada yang berani mengganggu babi tersebut. ”Dulu, ada orang Bali yang berburu babi disini. Dia menombak gerombolan babi hingga banyak yang tewas, kemudian babi tersebut dimakannya. Namun, tidak berselang lama, orang itu tewas mengenaskan juga karena kecelakaan,” ucap Romli, warga Sungsang I. Kejadian tersebut, diterangkan Romli bukan hanya terjadi satu orang. ”Ada juga warga etnis Tionghoa yang berburu babi disini dan memakannya. Tidak berselang lama dia juga tewas kecelakaan. Itulah banyak warga yang takut berburu babi karena takut sial,” lanjut Romli. Sementara itu, Camat Banyuasin II, Romi Utama membenarkan keberadaan babi tersebut yang berkeliaran bebas di tengah-tengah masyarakat. “Sudah biasa disini, dan memang ada mitos tersebut. Namun sebagian masyarakat menganggap hewan itu langka, jadi dibiarkan saja dan tidak diburu. Ada juga biawak yang berukuran raksasa disini, tapi tidak diburu,” pungkasnya.(cr01)
|