MUARA ENIM - Penyidikan dugaan korupsi pungutan retribusi pengendalian menara (tower) telekomunikasi tahun 2014, pada Kantor Kominfo Muara Enim, dilakukan penyidik Kejari Muara Enim, tidak menutup kemungkinan bakal berkembang dan melebar.
Soalnya pengendalian retribusi menara tower tersebut tidak berdiri sendiri dilakukan kantor Kominfo, melainkan melibatkan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda). Dengan demikian, Dispenda terancam terseret dalam kasus tersebut.
Soalnya Dispenda lembaga yang berwenang menerbitkan besaran NJOP, dan SPPT PBB P2 tower itu, sesuai pasal 8 jo pasal 6 ayat 1 Perbup nomor 40 tahun 2014. Dengan telah diterbitkan besaran NJOP dan SPPT PBB P2 tersebut, barulah Kominfo bisa melakukan perhitungan dan menerbitkan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) kepada pengelola tower.
Kemungkinan Dispenda terseret dalam kasus itu diakui Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Muara Enim Adhiyaksa D SH. “Kalau ditanya apakah Dispenda terkait dalam penyidikan kasus ini, tidak menutup kemungkinan terkait. Namun biarlah dilihat dari fakta dipersidangan saja,” jelasnya.
Menurutnya, secara administrasi, Dispenda memang terkait masalah tower tersebut. Namun apakah terkait dengan pidana yang sedang disidik sekarang, pihaknya masih akan melihatnya di fakta-fakta persidangan nanti. “Dalam penegakan hukum, kita tidak ada istilah target. Kita melaksanakan penegakan hukum sesuai dengan fakta-fakta hukum,” jelasnya.
Sebelumnya, penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Muara Enim telah menahan dua oknum PNS Pemkab Muara Enim berinisial J dan Z, Rabu (31/8), sekitar pukul 16.30 WIB. Penahanan dilakukan setelah sebelumnya penyidik menetapkan keduanya sebagai tersangka dugaan korupsi pungutan retribusi pengendalian menara (tower) telekomunikasi tahun 2014 pada kantor Kominfo Muara Enim, dengan dana Rp 533.080.000.
Terkait penetapan tersangka itu, penasehat hukum kedua PNS ini, advokat Firmansyah SH MH dan advokat Deni Ismiardi SH, telah mengajukan permohonan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Muara Enim. Meski telah diajukan praperadilan, namun keduanya telah ditahan penyidik Kejari dengan menitipkannya ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) klas II Muara Enim.
Penasehat hukum kedua PNS ini, advokat Firmansyah SH MH, dan Deni Ismiardi SH, sebelumnya kepada awak media mengaku sangat menyesalkan sikap penyidik Kejari yang melakukan penahanan kepada kliennya. Karena saat ini kliennya telah melakukan upaya hukum mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri atas kasus yang disidik tersebut.
“Kita sayangkan, sikap penyidik Kejari tidak menghormati dan menghargai upaya hukum preperadilan yang kita lakukan. Upaya praperadilan dilakukan untuk menilai apakah penyidikan yang dilakukan sudah sesuai prosedur hukum atau tidak,” jelas Firmansyah.
Sebelumnya, dia selaku kuasa hukum telah melakukan surat permohonan kepada penyidik sehari sebelumnya, agar tidak melakukan pemeriksaan kepada keduanya pada hari ini (kemarin,red).
Permohonan itu dilakukannya, agar proses persidangan praperadilan yang diajukan dijalani terlebih dahulu. Namun penyidik Kejari, pada hari itu juga telah memberikan surat balasan yang mengatakan menolak surat permohonan yang diajukannya. “Penyidik tetap pada pendiriannya melakukan pemeriksaan kepada keduanya hari ini (kemarin,red) dan langsung dilakukan penahanan,” jelasnya.
Menurutnya, penetapan tersangka dan penahanan kepada keduanya terlalu prematur. Karena dalam kasus tersebut belum ada kerugian negara dan belum dilakukan audit oleh lembaga resmi pemerintah. “Jadi penetapan tersangka yang dilakukan penyidik kepada kedua klien kami terlalu prematur,” jelasnya.
Dijelaskannya, dugaan korupsi dilakukan penyidik memedomani temuan adanya 40 menara tower telekomunikasi yang telah memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tanpa adanya Surat Ketetapan Retrebusi Daerah (SKRD). Ke-40 manara tower tersebut milik PT Elitra Sel, PT Protelindo, tower bersama dan Ghan Tel Indonesia.
Sedangkan, sesuai dengan ketentuan, lanjutnya, menara tower yang telah diterbitkan IMB nya, masih harus diajukan ke Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) untuk diterbikan besaran NJOP dan SPPT PBB P2, sesuai pasal 8 jo pasal 6 ayat 1 Perbup nomor 40 tahun 2014.
‘’Tanpa ada PBB P2 yang diterbitkan Dispenda, Kantor Kominfo tidak bisa melakukan perhitungan dan menerbitkan SKRD nya. Jadi kerugian negara itu sama sekali belum ada dan belum bisa diprediksi. Karena ke 40 tower tersebut sama sekali belum diterbitkan NJOP PBB P2 nya oleh Dispenda,” tegasnya.
Jadi, lanjutnya, penetapan tersangka dilakukan penyidik sangatlah prematur. Pihaknya akan melakukan penangguhan penahanan kepada penyidik. “Kita berharap penyidik dapat mengabulkan permohonan penangguhan penahanan yang kita ajukan,” jelasnya. (luk)
No Responses