JAKARTA – Untuk kesekian kalinya Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel), Alex Noerdin tidak mengindahkan panggilan tim penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung.
Dilansir dari Fajar Indonesia Network (PIN) yang merupakan grup Palembang Pos, orang nomor satu di Sumsel itu sedianya akan diperiksa terkait kasus korupsi dana hibah dan bantuan sosial (Bansos) Pemprov Sumatera Selatan tahun 2013 yang diduga merugikan negara sekitar Rp21 miliar.
Kasus ini merupakan pengembangan dari dua terpidana yang sebelumnya dijadikan tesangka oleh penyidik pidana khusus kejaksaan Agung. Kedua terpidana itu yakni mantan Kepala Kesbangpol Ikhwanuddin dan Kepala BPKAD Sumsel Laonma PL Tobing yang kini tengah mendekam dibalik jeruji besi.
Atas pengembangan dua tersangka itu dalam fakta persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Palembang, Sumatra Selatan, Kejagung menerbitkan baru Nomor: Prin 45/F . 2/Fd. 1/05/2017, sebulan lalu. Sprindik itu ditandatangani oleh Direktur Penyidikan pada Jampidsus Warih Sadono.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengatakan ketidakhadiran Alex Noerdin memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Agung bukan yang pertama kalinya. Sedianya Alex Noerdin diperiksa pekan lalu, namun yang bersangkutan dengan berbagai alasan tidak memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa.
“Kalau dijemput paksa bisa saja, memang harusnya dijemput paksa. Ini kan sudah berkali-kali nggak hadir pemeriksaan. Meskipun ada keterangan dari Alex, harusnya penyidik mengecek apakah benar alasannya. Kita mendesak Kejagung untuk segera menerbitkan surat perintah membawa paksa Alex Noerdin karena alasan mangkir ternyata tidak benar adanya.” katanya saat berbincang dengan FIN, Kamis (20/9).
Bahkan, kata Boyaminh, berdasarkan penelusurannya, ketidakhadiran Alex Noerdin kali ini beralasan adanya pengambilan sumpah jabatan dan pelantikan Penjabat Gubernur Sumatera Selatan. Namun faktanya pengambilan sumpah jabatan dan pelantikan Penjabat Gubernur Sumatera Selatan akan dilakukan, Jumat (21/09).
“Ternyata alasan Alex tidak hadir panggilan Kejagung sedang ada pelantikan Pj Gubernur adalah tidak benar. Pelantikan Pj Gubernur baru dilaksanakan hari Jumat seperti yang tertera dalam undangan,” jelasnya.
Dia menegaskan Kejaksaan Agung harus berani melakukan penegakan hukum yang adil tanpa membeda-bedakan dan diskriminasi perkara. Di hadapan hukum itu semua orang berkedudukan sama, meskipun dia pejabat negara.
“Kejagung harus tegas dan tidak boleh kompromi dalam pemberantasan korupsi. Kami telah mengawal kasus ini termasuk telah mengajukan Praperadilan dua kali di Pengadilan Negeri Jaksel lawan Jaksa Agung,” tegasnya.
Kirim Surat Lagi
Sementara itu, Direktur Penyidiakan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik pada Jampidsus), Warih Sadono membenarkan adanya penjadwalan pemanggilan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin untuk diperiksa tim penyidik, Kamis (20/09). Namun yang bersangkutan tidak dapat memenuhi panggilan penyidik dengan mengirimkan surat keterangan yang berisikan alasan ketidak hadirannya.
“Iya benar dipanggil hari ini, tapi tidak hadir karena ada pelantikan Penjabat Gubernur Sumatera Selatan,” katanya saat dikonfirmasi kepada FIN.
Namun, Warih yang juga mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat ini menegaskan bakal kembali mengirimkan surat panggilan kepada Alex untuk diperiksa pekan depan. Sayangnya Warih enggan menyebutkan rencana pemanggilan pekan depan merupakan pemanggilan yang keberapa terhadap Alex Noerdin. “Kita jadwalkan kembali minggu depan, kan yang teken saya. Kok saya malah nggak tahu panggilan keberapa,” ujarnya.
Saat disinggung soal adanya undangan Pengambilan Sumpah Jabatan dan Pelantikan Penjabat Gubernur Sumatera Selatan yang digelar, Jumat (21/9) besok tidak sesuai dengan alasan Alex Noerdin yang tidak dapat hadir, Warih menjawab diplomatis.
“Itu kesimpulan Anda bukan saya, karena surat (keterangan tidak hadir) memang menyebutkan terkait persiapan pelantikan (PJ Gubernur sumsel),” paparnya.
Warih pun enggan menjawab saat ditanya apakah jika pekan depan Alex Noerdin tidak hadir akan dilakukan upaya penjemputan paksa.
Bukan hal yang tidak mungkin status saksi Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin bisa naik menjadi tersangka dalam kasus ini. Karena itu penyidik tengah mempertimbangkan langkah pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap orang nomor satu di Sumatera Selatan tersebut.
Sesuai dengan UU Keimigrasian Nomor 6/2011, pencegahan dapat dilakukan terhadap tersangka selama enam bulan dan dapat diperpanjang selama enam bulan. Saksi juga dapat dicegah bepergian ke luar negeri, selama diduga kuat terlibat tindak pidana.
Seperti diketahui, Kejaksaan Agung belum menerbitkan spirndik khusus (tersangka) baru kasus dugaan korupsi dana hibah dan bantuan sosial (Bansos) Pemprov Sumatera Selatan tahun 2013 yang diduga merugikan negara sekitar Rp21 miliar. Perkara ini sempat dikririsi banyak kalangan. Karena dua tersangka tidak ditahan sejak disidik sampai kemudian ditahan ketika eksepsi dua terdakwa ditolak oleh Pengadilan Tipikor Palembang.
Jika dibandingkan dengan penanganan kasus korupsi serupa di Pemprov Sumut, dua tersangka, Gubernur Gatot Pujo Nugroho ditahan setelah diperiksa sebagai tersangka. Penerbitan sprindik baru menyikapi adanya fakta baru pada persidangan dua terdakwa perkara Hibah, di Pengadilan Tipikor Palembang, Sumsel, atas nama Ikhwanuddin (Kepala Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Ikhwanuddin dan Kaban Pengelolaan Keungan) dan Aset Daerah Laonma Pasindka Tobing. Keduanya dijadikan tersangka sesuai Sprindik Nomor: Print-95/F/Fd. 1/09/2015, tanggal 8 September 2016. Dugaan kerugian negara sebesar Rp21 miliar.
Kasus ini berawal adanya temuan perubahan anggaran tahun 2013. Semula Pemprov Sumsel menetapkan alokasi hibah dan bansos sebesar Rp 1,4 triliun dari APBD, lalu diubah menjadi Rp 2,1 triliun.
Untuk mengungkap kasus ini ratusan bahkan sampai 1.000 lebih saksi telah diperiksa penyidik,termasuk 140 lembaga swadaya masyarakat yang menerima pencairan dana hibah dan anggota DPRD Sumsel periode 2009-2014 dan Gubernur Sumsel Alex Noerdin.
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah menganggarkan dana untuk bantuan Hibah dan Bantuan Sosial dalam APBD sebesar Rp1.492.704.039.000. Lalu pada APBD Perubahan naik menjadi Rp2.118.889.843.100. Dengan rincian Dana Hibah Rp 2.118.289.843.100 dan Dana Bantuan Sosial Rp600.000.000.
Dalam kasus ini, penyidik menemukan dugaan penyelewenangan mulai dari perencanaan, penyaluran, penggunaan, dan pertanggungjawabannya. Semua proses tersebut langsung ditangani oleh Gubernur Sumatera Selatan tanpa melalui proses evaluasi/klarifikasi SKPD/Biro terkait. Sehingga diduga terjadi pertanggungjawaban penggunaan yang fiktif, tidak sesuai peruntukan, dan terjadi pemotongan.
(LAN/FIN)
No Responses