Banyuasin - Sejak harga karet jatuh, warga harus putar otak agar asap dapur tetap mengepul. Selain memuat getah karet, kini mulai memanfaatkan batangnya yang tak produkif lagi untuk dijual.
Seperti dilakukan Edi (40), warga Desa Pulau Harapan, Kecamatan Sembawa, Banyuasin. Ditemui Palembang Pos, Selasa (5/3) siang, dia sedang sibuk mengangkut batang karet telah dipotong ke truk Mitshubisi 125 PS warna kuning miliknya.
‘’Ini kerja tambahan, karena tak ada tarikan angkut getah atau bibit karet,’’ ujarnya.
Dikatakan Edi, harga getah merosot berdampak terhadap pendapatan. Untuk sekali muat biasanya 2,5 ton dengan ongkos jalan Rp 1 juta.
Getah karet dari Pulau Harapan ini akan dibawa ke Palembang, seperti PT Baja Baru dan di Kertapati. Tapi tak seramai dulu, kadang malah tak ada tarikan.
Nah untuk batang karet, akan dijual ke bangsal batu bata di Kecamatan Gasing, kawasan Tanjung Siapi-Api, Banyuasin. “Satu truk borongan Rp 650 ribu, kayu sudah tua, lebih bagus yang kering,” ungkapnya.
Dikatakannya, satu truk kayu baru dipotong harganya hanya Rp 100 ribu. Tetapi setelah dilempar ke bangsal batu harganya lain, dibagi untuk ongkos jalan, biaya buruh, jadi terima bersih Rp 500 ribu.
Berbeda pula untuk batang karet, kualitasnya bagus, dilempar ke pabrik pengolahan kayu untuk bahan triplek atau furnitur. Seperti ke PT SPF di Indralaya dan pabrik pengolahan kayu di kawasan Prajen.
Sementara, Camat Sembawa, Nurlela menanggapi, petani saat ini mengeluhkan murahnya harga karet. “Cukup banyak warga menjual batang karet tua, baik dimanfaatkan untuk bakar batu bata atau dijual ke pabrik” tanggapnya.
Nurlela menyarankan, setelah batang ditebang, sebaiknya lahan warga ditanam kembali dengan ubi kayu. “Saat ini, ubi kayu sedang mahal, seperti imbauan pak Jokowi,” ujarnya. (adi)
No Responses