JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Jakarta, Kamis (30/6). Kali ini, komisi antirasuah dikabarkan meringkus aparat penegak hukum. Ketua KPK Agus Rahardjo membenarkan ada OTT.
Menurut dia, OTT kali ini tidak ada kaitan dengan kasus yang menjedat anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat I Putu Sudiartana (IPS). “Betul (OTT). Tidak ada kaitan dengan IPS,” ujar Agus saat dikonfirmasi, Kamis (30/6) malam. Hanya saja, Agus belum menjelaskan rinci siapa dan kaitan kasus apa dalam OTT kali ini.
#Putu Makelar Proyek DPR?
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih akan mendalami dugaan anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat I Putu Sudiartana sebagai makelar proyek di Senayan.
Sebab, praktik suap yang dilakukan Putu tidak ada hubungan dengan bidang kerja di komisinya. Putu ditangkap KPK karena diduga menerima suap pengurusan dana proyek 12 ruas jalan Rp 300 miliar pada APBN Perubahan.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, pihaknya akan mendalami kemungkinan tersebut. “Kompleksitas dan kelanjutan kasusnya seperti apa ini yang dipelajari penyidik,” kata Saut, Kamis (30/6).
Dia mengingatkan, masyarakat jangan hanya terpaku dengan satu teori yakni Putu bisa bermain lintas komisi. Namun, Saut menegaskan, bisa saja tidak ada sekat-sekat dalam pengurusan anggaran proyek di DPR. “Bisa juga pakai teori lain, jadi jangan pakai satu teori,” ujar mantan Staf Ahli Badan Intelijen Negara (BIN) ini.
Putu, stafnya Novianti serta koleganya Suhemi disangka menerima suap dari pengusaha Yogan Askan dan Kepala Dinas Prasarana Jalan dan Tata Ruang dan Pemukiman Pemerintah Provinsi Sumatera Barat Suprapto. Suap diberikan dengan cara transfer senilai Rp 500 juta. Lima tersangka itu kini sudah dikurung di sel tahanan.
Sementara mantan Ketua Divisi Komunikasi Publik, Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Demokrat (PD), Gede Pasek Suardika mengatakan secara politik keterwakilan Provinsi Bali di DPR sangat dirugikan oleh PD. Sebab, menurut Pasek, dari sembilan kursi DPR dari daerah pemilihan (dapil) Bali, hanya tinggal tujuh kursi.
“Dapil Bali itu ada sembilan kursi di DPR. Kini tinggal tujuh, karena dua anggota DPR dari Bali masuk penjara tersangkut kasus korupsi yakni Jero Wacik dan I Putu Sudiartana,” kata Pasek, saat dihubungi wartawan, Kamis (30/6).
Ironisnya, lanjut mantan Ketua Komisi III DPR ini, kedua yang masuk penjara itu kader PD. “Seharusnya, DPP Demokrat bertanggungjawab terhadap hak-hak politik Bali itu,” tegasnya. Selain itu, loyalis Anas Urbaningrum ini mengkritisi semakin tidak jelasnya pola kaderisasi Demokrat saat ini.
Bagaimana mungkin, ujarnya, orang yang saat menjelang penyusunan daftar calon tetap (DCT) baru masuk partai lalu bisa dipercaya menjadi Wakil Bendahara Umum Demokrat, sebuah jabatan prestisius dan bertanggung jawab terhadap keuangan partai.
“Saya saja memulai karir dulu di Demokrat sejak 2004 menjadi wakil ketua tim kampanye SBY-JK di Bali, lalu ketua dewan pakar DPD Partai Demokrat Bali dan setelah itu baru menjadi ketua departemen pemuda dan olahraga, serta terakhir sebagai ketua divisi komunikasi publik. Sangat berjenjang dan tidak begitu saja,” ujar anggota DPD asal Bali itu.
Nah, dengan proses yang instan seperti sekarang, kata dia, patut diduga ada hal spesial kalau melihat jabatannya di DPP dengan kecepatan dan peran yang dimiliki. “Beliau sebelumnya diberikan posisi di badan anggaran dan jabatan wakil bendahara umum, memang luar biasa,” ungkap Pasek.
Terakhir, sebagai teman, Pasek juga menyatakan prihatin dan mendoakan Putu bisa melewati hal ini dengan tabah. Sebab mendengar pernyataan pimpinan DPP Demokrat, kesannya lepas tangan dan tidak tahu-menahu bahkan katanya langsung memecat. “Saya sih berharap Putu bisa buka saja apa yang terjadi kalau DPP sekarang tidak memperdulikan, sementara tugasnya dibebankan ke dirinya,” pungkasnya.
Terpisah, Penggeledahan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di DPR sekarang jadi sangat berbeda. Meski tetap dikawal oleh aparat kepolisian, tidak satupun yang membawa senjata api. Selain itu, penggeledahan oleh penyidik KPK juga harus didampingi oleh anggota Mahkamah Kehormatan Dewan.
Pantauan JPNN.com Kamis (30/6), saat menggeledah ruang kerja anggota Komisi III DPR I Putu Sudiartana, ada tiga polisi yang berjaga di luar. Sementara satu orang lagi ikut ke dalam ruangan. Para aparat keamananan tersebut terlihat hanya dibekali pentungan warna hitam.
Pemandangan ini sangat berbeda dengan penggeledahan ruang kerja Wakil Ketua Komisi V Yuddy Widiana Adia beberapa bulan lalu. Ketika itu anggota Brimob yang mengawal penyidik dibekali senjata laras panjang dan mengenakan rompi antipeluru. Akibatnya mereka diusir oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
Wakil Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad saat mendampingi penyidik mengatakan bahwa sekarang penggeledahan oleh KPK harus sepengetahuan MKD. “Suatu ketentuan perundang-undangan bahwa pengeledahan harus didampingi oleh MKD,” ujar Dasco. (fas/boy/sam/jpnn)
No Responses