KAYUAGUNG - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Ogan Komering Ilir (OKI) Komisi III, mengingatkan Manajemen perusahaan di kabupaten OKI yang melaksanakan aktivitas bongkar muat angkutan sungai agar membayar retribusi. Himbauan tersebut juga ditujukan pada PT OKI Pulp and Paper Mills yang melaksanakan aktivitas tersebut.
Hal itu dikarenakan sampai saat ini Setoran retribusi Angkutan Sungai Dan Penyeberangan (ASDP) masih Nol.
Sementara itu PT OKI Pulp dan Paper milis yang menjadi target pemasukan retrebusi ASDP terkesan “Ogah” membayar retrebusi sebagai sumber PAD OKI tersebut lantaran adanya perbedaan penasiran terkait perda yang dibuat oleh DPRD OKI dan aturan yang lainnya.Ketua Komisi III yang dipimpin Efredi Jurianto, langsung menemui manajemen PT OKI Pulp, didampingi sekretaris komisi Budiman, anggota Juni Alpansuri, febriansyah dan Meri Spd, dan Kepala Dinas Perhubungan Syaful Bahri untuk mensosialisasikan bahwa mulai tahun 2017 ini mulai diterapkan Peraturan Daerah (Perda) No 17/2015 tentang retribusi ASDP.
“Sudah memasuki triwulan pertama belum ada setoran, padahal Sumber Pendapatan dari retribusi ASDP ini adalah dari aktifitas angkutan Kayu bahan baku PT OKI pulp, informasi yang kami dapat bahwa Pabrik kertas terbesar diAsia tenggara ini belum mau membayar retribusi ASDP ini,” kata Efredi.Demi meningkatkan PAD, pihaknya langsung meminta klarifikasi manajemen PT OKI pulp, guna mendengarkan apa alasanya sehingga belum mau membayar retribusi tersebut.
“Jangan sampai Perda yang kita buat dianggap mandul karena tidak ada realisasi penerapanya, oleh sebab itu kita temui manajemen PT OKI Pulp untuk mendengarkan alasan-alasan mereka, mudah-mudahan nantinya ada titik temu,” terangnya.
Sementara itu Manajemen PT OKI Pulp, Gadang Hartawan, didampingi Paulus mengatakan bahwa pihaknya sangat menghargai mengenai penerapan Perda ASDP yang telah dibuat oleh Pemerintah Kabupaten OKI. “Namun faktanya, dermaga itu dibangun oleh perusahaan bukan dana pemerintah, Selama ini Kami sangat komit dalam aturan, teruama dalam pembayaran pajak, sementara dalam hal Retribusi ASDP, itukan jasa terhadap fasilitas yang dibangun pemerintah, bukan fasilitas yang dibangun oleh perusahaan, dan termasuk dalam terminal khusus (tersus,red).” ungkapnya.
Apalagi retribusi ini lanjut Gadang, tidak ditemukan penerapannya di daerah lain yang menjadi lokasi investasi seperti di jambi dan pekan baru. apalagi kawan bongkar muat merupakan terminal khusus yang dikelola oleh badan usaha.
“Bukannya kami tidak mau bayar, Untuk memutuskan hal ini tidak mudah, karena ini menyangkut pengeluaran kami, jika memang itu clear kita siap untuk membayar seperti halnya kewajiban yang lainnya, nanti kita adakan pertemuan lagi untuk membahas hal ini bersama Dishub dan DPRD” tambahnya.Sementara itu Menurut Kepala Dinas perhubungan Kabupaten OKI Syaiful Bahri, bahwa dalam perda No 17 tahun 2015 itu tidak mengaitkan fasilitas yang ada, tetapi terkait dengan pengawasan. serta merujuk pada Keputusan Mentri No 52 tahun 2012 tentang alur pelayaran sungai dan danau.
“Pungutan restribusi ini menyangkut pengawasan aktifitas bongkar muat angkutan sungai, fasilitas dermaganya, kami tau bahwa dermaga itu dibangun oleh perusahaan, tetapi Jalur sungai yang dilewati merupakan alur kelas 3 yang merupakan wewenang Kabupaten. sebenarnya angkutan dengan kapasitan lebih dari puluhan ton tidak boleh melintas di alur sungai kita, artinya kalau mau lewat maka kapasitasnya harus dikurangi sesuai dengan klasnya.” ungkapnya.
Banyak angkutan seperti ponton bermuatan kayu berkapasitas minimal 3.000 kubik atau ton hingga 7.000 kubik. Sementara untuk muatan pasir, tanah biasanha berkapasitas 30 ton.”Dalam perda sudah sangat jelas disebutkan penarikan retribusi sebesar Rp1.000 per kubik. Namun untuk teknis realisasinya di Dishub OKI,” jelasnya. (jem)
No Responses